Ubur-ubur Ini Bisa Kembali Muda Jika Stres, Kok Bisa?

Peneliti di Norwegia tak sengaja menemukan ubur-ubur sisir dewasa yang dapat membalikkan proses pertumbuhan dan menjadi larva lagi saat dilanda stres karena kelaparan. Bisakah diterapkan ke manusia?

diperbarui 23 Nov 2024, 18:35 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2024, 18:35 WIB
Ubur-ubur Mnemiopsis leidyi kembali ke 'masa muda' untuk menghadapi kerasnya kehidupan. (J. Javidpour, IFM-GEOMAR/DW)
Ubur-ubur Mnemiopsis leidyi kembali ke 'masa muda' untuk menghadapi kerasnya kehidupan. (J. Javidpour, IFM-GEOMAR/DW)

, Jakarta - Sebuah temuan unik baru dilaporkan dari dunia perubur-uburan, meskipun bukan pertama kalinya.

Sebelumnya ada "ubur-ubur abadi" yang juga ditemukan secara tidak sengaja pada tahun 1980-an oleh dua ilmuwan muda, Christian Sommer dan Giorgio Bavestrello.

Nah, yang terbaru para ilmuwan menemukan bahwa ketika ubur-ubur Turritopsis dohrnii dewasa tengah stres, mereka kembali ke tahap awal siklus hidup mereka, alih-alih mati.

Mengutip laporan DW Indonesia, Sabtu (23/11/2024), biasanya ubur-ubur dewasa (medusa) melepaskan tahap larva yang berenang bebas dari organisme yang dikenal sebagai planula. Planula membentuk koloni polip, dan koloni-koloni tersebut akhirnya melepaskan medusa baru.

Namun, seperti yang pernah ditulis oleh pemimpin lab mereka saat itu, Ferdinando Boero, di majalah The Biologist, Sommer dan Bavestrello melihat sebuah proses yang "seperti kupu-kupu yang berubah kembali menjadi ulat."

Proses ini disebut pertumbuhan atau perkembangan terbalik. Dan tampaknya sekarang Turritopsis dohrnii bukan satu-satunya makhluk mirip ubur-ubur yang mampu melakukannya.

Dua ilmuwan di Norwegia telah menemukan bahwa ubur-ubur sisir dari spesies Mnemiopsis leidyi berbalik dari "lobate" dewasa, atau dewasa dengan lobus, ke keadaan larva awal. Ini juga ketika mereka merasa stres.

"Abadi tampaknya adalah istilah yang kurang tepat. 'Perkembangan terbalik' lebih tepat," kata Pawel Burkhardt, salah satu peneliti, yang juga ahli saraf evolusi di Michael Sars Centre, di Universitas Bergen di Norwegia.

Lobektomi Penyebabnya?

Ilustrasi ubur-ubur. (Liputan6.com/Tanti Yulianingsih)
Ilustrasi ubur-ubur. (Liputan6.com/Tanti Yulianingsih)

Rekan Burkhardt dan penulis utama penelitian tersebut, Joan Soto-Angel, mengatakan kelaparan berkepanjangan dan cedera fisik atau lobektomi (memotong lobus dewasa) pada ubur-ubur sisir adalah pemicu stres yang diikuti pola makan yang rendah.

Mereka menemukan bahwa hewan yang menjalani lobektomi memiliki tingkat kematian yang lebih rendah dan tingkat keberhasilan pembalikan yang lebih tinggi, dengan enam dari 15 (40%) hewan yang sepenuhnya pulih. Sebaliknya, kelaparan berkepanjangan hanya menghasilkan tujuh dari 50 (14%) hewan yang sepenuhnya pulih.

Hal yang unik tentang Mnemiopsis adalah satu individu dapat berubah menjadi satu larva," kata Burkhardt. "Jadi Anda dapat melacaknya. Sedangkan pada Turritopsis, itu tidak begitu jelas."

Temuan ini signifikan, tulis Ferdinando Boero, yang tidak menjadi bagian dari penelitian terbaru, dalam email kepada DW. "Temuan tersebut menunjukkan bahwa perkembangan terbalik juga dapat terjadi pada non-cnidaria, sehingga memperluas jangkauan rencana tubuh yang mampu melakukannya," katanya. 

Boero menjelaskan bahwa baik Turritopsis dohrnii maupun Mnemiopsis leidyi adalah "ubur-ubur," tetapi mereka termasuk dalam kelompok yang berbeda, yakni cnidaria dan ctenophora.

Masing-masing punya bentuk tubuh yang berbeda. Jadi, strukturnya berbeda, atau apa yang disebut para ilmuwan sebagai ciri "morfologi". Turritopsis dohrnii adalah cnidaria, Mnemiopsis leidyi adalah ctenophora.

Cara Ubur-ubur Bertahan dalam Kerasnya Kehidupan

Ilustrasi ubur-ubur. (Liputan6.com/Tanti Yulianingsih)
Ilustrasi ubur-ubur. (Liputan6.com/Tanti Yulianingsih)

Para ilmuwan menunjukkan bahwa ubur-ubur jenis ctenophore spesies Mnemiopsis leidy dapat tumbuh kembali menjadi dewasa setelah berubah menjadi larva.

"Ini sangat dinamis. Begitu mereka kembali ke tahap larva, atau cydippid, jika mereka diberi cukup makanan, mereka dapat tumbuh kembali menjadi dewasa," kata Burkhardt.

Dan siklus ini secara teoritis dapat terus-menerus berulang, meski tidak berarti bahwa mereka hidup selamanya. Mereka juga bisa mati karena dimakan predator.

Namun karena mereka adalah "spesies yang sangat invasif," temuan ini mungkin juga memiliki dampak ekologis.

"Ada teori bahwa hancurnya sektor perikanan di Laut Hitam (pada tahun 1990-an) disebabkan oleh Mnemiopsis," kata Burkhardt.

"Karena larva punya tentakel, ia makan dengan cara yang sama sekali berbeda dari ubur-ubur dewasa. Ubur-ubur dewasa butuh lebih banyak makanan dan larva butuh lebih sedikit. Jadi itu mungkin merupakan strategi untuk bertahan hidup dalam kondisi yang keras." 

 

Bisa Diterapkan pada Manusia?

Ilustrasi Ubur-Ubur
Ilustrasi ubur-ubur. (Unsplash/Marat Gilyadzinov)

Penuaan terkadang disebut sebagai penyebab utama kematian. Melalui penuaan, sel-sel kita mengalami degenerasi dan plastisitas otak kita, yakni kapasitas sistem saraf untuk beradaptasi dari waktu ke waktu, turut melambat.

Kian banyak peneliti mencari cara untuk memperlambat proses penuaan manusia, meskipun hanya untuk membuat hidup lebih nyaman saat kita mendekati kematian alami.

Penelitian terhadap Turritopsis dohrnii menunjukkan sebagian dari apa yang kita ketahui tentang ubur-ubur dapat juga dilakukan ke manusia. Namun belum ada penelitian yang cukup untuk Mnemiopsis leidyi.

"Saya hanya bisa berspekulasi," kata Burkhardt. "Namun, tampaknya ada penataan ulang secara besar-besaran dalam sistem saraf, dan itulah yang ingin kita lihat dalam beberapa tahun ke depan."

Sejauh ini, yang jelas adalah ketika Mnemiopsis leidyi mengalami proses pertumbuhan terbalik, mereka menumbuhkan "struktur" baru yakni tentakel. Tentakel inilah yang tidak dimiliki ubur-ubur dewasa. Dan, tentakel tersebut membutuhkan sistem saraf khusus untuk berfungsi. Gen tertentu perlu diaktifkan untuk menciptakan sistem saraf tersebut. Bagaimana caranya? Itu dia yang belum jelas.

"Pengamatan pola pertumbuhan terbalik adalah langkah pertama," kata Boero. "Selanjutnya, kita perlu memastikan proses genetik yang mengatur pola perkembangan normal untuk memulai kembali perkembangan. Jika ada perubahan genetik, kita mungkin akan mencoba melihat apakah perubahan itu juga bisa berfungsi pada sel manusia. Namun, peremajaan (dengan cara ini) pada manusia sangat tidak mungkin dilakukan karena plastisitas kita yang rendah."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya