Liputan6.com, Dhaka - Pejabat Jepang di Bangladesh sedang mempersiapkan pemulangan jasad 23 tentara Jepang yang tewas selama Perang Dunia II. Tim penggalian mengungkapkan hal ini pada Senin (25/11/2024).
"Tentara Jepang ini dirawat di rumah sakit lapangan Maynamati sebelum akhirnya meninggal karena luka-luka mereka," kata Hillol Sattar, manajer untuk Commonwealth War Graves Commission yang mengelola pemakaman tersebut, seperti dilaporkan CNA pada Selasa (26/11).
Baca Juga
Menurut Kedutaan Besar Jepang, Asosiasi Jepang untuk Pemulihan dan Pemulangan Korban Perang, yang didukung pemerintah Jepang, adalah pihak yang mengatur proses pemulangan jasad tersebut ke Tokyo.
Advertisement
Organisasi ini berfokus pada pemulangan jasad tentara Jepang, terutama dari wilayah-wilayah yang menjadi lokasi pertempuran besar selama perang, seperti Filipina, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Indonesia, dan Myanmar.
Selama Perang Dunia II, Jepang bertempur di China dan Burma (sekarang Myanmar) melawan pasukan Sekutu dan juga berusaha menyerang India yang saat itu diperintah Inggris, termasuk wilayah yang kini menjadi Bangladesh.
Perang berakhir pada Agustus 1945 setelah Amerika Serikat menjatuhkan dua bom nuklir di Jepang.
Saat itu, Bangladesh masih bagian dari India, yang kemudian terpecah setelah kekuasaan Imperium Britania Raya berakhir pada 1947.
Sajjad Ali Zahir, pensiunan kolonel tentara Bangladesh yang tergabung dalam tim penggalian beranggotakan delapan orang, mengatakan bahwa identitas jasad akan diperiksa melalui pencocokan DNA.
"Setelah pencocokan DNA selesai, jasad akan diserahkan kepada keluarga," kata Zahir kepada AFP, menambahkan bahwa jenazah tersebut akan dikuburkan dengan penghormatan militer.
Setelah delapan dekade, jasad-jasad tersebut berada dalam kondisi yang sangat rapuh, kata Zahir, seraya menambahkan bahwa yang ditemukan termasuk kerangka utuh serta fragmen tengkorak dan tulang.
Bangladesh dan Jepang memiliki hubungan dagang yang erat.
Jepang telah berjanji mendukung "transisi politik yang damai dan demokratis" di Bangladesh, termasuk memberikan dukungan kepada pemimpin sementara Muhammad Yunus setelah penggulingan Sheikh Hasina pada bulan Agustus.