Liputan6.com, Pyongyang - Korea Selatan dilanda "kekacauan" setelah Presiden Yoon Suk Yeol memberlakukan undang-undang darurat militer secara singkat. Demikian dilaporkan media pemerintah Korea Utara pada Rabu (11/12/2024), menandai komentar pertama mereka mengenai kisruh politik dalam negeri Korea Selatan.
Pada hari Selasa, (3/12), Yoon Suk Yeol menangguhkan pemerintahan sipil dan mengirimkan pasukan khusus serta helikopter ke parlemen. Tindakan ini dilakukannya untuk merespons ketegangan politik yang sedang berlangsung, namun para anggota parlemen segera menentang dan memaksa Yoon Suk Yeol membatalkan keputusan tersebut.
Baca Juga
Langkah penerapan darurat militer oleh Yoon Suk Yeol mengejutkan banyak pihak karena Korea Selatan selama ini dianggap sebagai negara dengan sistem demokrasi yang stabil.
Advertisement
"Insiden yang mengejutkan terkait Yoon Suk Yeol, yang tengah menghadapi pemakzulan dan krisis pemerintahan, tiba-tiba mengumumkan dekrit undang-undang darurat militer dan dengan tegas menggunakan kekuatan militer, menyebabkan kekacauan di seluruh Korea Selatan," demikian pernyataan media Korea Utara seperti dikutip CNA, Rabu (11/12).
"Komunitas internasional dengan tegas memantau situasi ini, dengan penilaian bahwa insiden undang-undang darurat militer ini mengungkapkan kerentanannya dalam masyarakat Korea Selatan."
Media Korea Utara menambahkan, "Komentator menggambarkan pengumuman mendadak Yoon Suk Yeol tentang undang-undang darurat militer sebagai langkah putus asa dan bahwa kehidupan politik Yoon Suk Yeol bisa menghadapi akhir yang lebih cepat."
Ketika mengumumkan undang-undang darurat militer pada 3 Desember, Yoon Suk Yeol mengatakan bahwa langkah itu diperlukan untuk melindungi Korea Selatan dari ancaman yang ditimbulkan oleh kekuatan komunis Korea Utara dan untuk menghilangkan elemen-elemen anti-negara yang merampok kebebasan dan kebahagiaan rakyat.
Hubungan antara kedua Korea saat ini berada pada titik terendah dalam beberapa tahun terakhir, dengan Korea Utara meluncurkan serangkaian rudal balistik yang melanggar sanksi PBB. Korea Utara juga telah mengirimkan balon berisi sampah ke Korea Selatan sejak Mei, yang menurut mereka sebagai pembalasan atas propaganda anti-Korea Utara yang dikirimkan oleh para aktivis.
Korea Utara kini menjadi salah satu pendukung utama Rusia dalam perang di Ukraina. Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan menuduh Pyongyang mengirim lebih dari 10.000 tentara untuk membantu Rusia.
Mantan Menteri Pertahanan Korea Selatan, Kim Yong Hyun, yang ditangkap pada Selasa (10/12), dituduh oleh anggota parlemen oposisi telah memerintahkan serangan terhadap lokasi-lokasi yang digunakan Korea Utara untuk meluncurkan balon sampah, meskipun perintah tersebut konon ditolak oleh bawahannya. Selain itu, dia juga diduga memberikan perintah untuk mengirimkan drone ke ibu kota Pyongyang, Korea Utara, yang diduga bertujuan untuk memprovokasi konflik sebagai alasan untuk memberlakukan undang-undang darurat militer.
"Korea Utara tampaknya masih tetap tenang sejauh ini," kata Yang Moo Jin, presiden Universitas Studi Korea Utara di Seoul kepada AFP, "mengingat situasi di Selatan ini melibatkan apa yang dianggap sebagai pemberontakan ilegal."
"Korea Utara mungkin berhati-hati tentang bagaimana hal ini bisa memengaruhi militer mereka, terutama karena banyak pasukan Korea Utara saat ini sedang dikerahkan ke Rusia."
Yoon Suk Yeol berhasil selamat dari pemakzulan di parlemen pada hari Sabtu (7/12) meskipun puluhan ribu warga Korea Selatan berani keluar ke jalanan menghadapi suhu dingin untuk menuntut pengunduran dirinya.
Oposisi berencana untuk mengajukan mosi pemakzulan lainnya terhadap Yoon Suk Yeol untuk dilakukan pemungutan suara pada hari Sabtu (14/12).