Krisis Politik Korea Selatan: Yoon Suk Yeol Sampaikan Pesan Menantang di Tengah Bayang-bayang Penangkapan

Yoon Suk Yeol telah tiga kali menolak panggilan untuk diperiksa terkait kebijakannya menerapkan darurat militer, yang hanya berlangsung kurang lebih enak jam.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 02 Jan 2025, 13:00 WIB
Diterbitkan 02 Jan 2025, 13:00 WIB
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol saat mengumumkan status darurat militer pada Selasa (3/12/2024) malam.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol saat mengumumkan status darurat militer pada Selasa (3/12/2024) malam. (Dok. AFP)

Liputan6.com, Seoul - Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, berjanji kepada pendukungnya yang berkumpul di luar kediamannya di Seoul untuk berjuang sampai akhir melawan kekuatan anti-negara. Janji itu disampaikannya saat penegak hukum bersiap menangkapnya terkait deklarasi darurat militer pada 3 Desember 2024.

Biro Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi memiliki waktu seminggu untuk melaksanakan surat perintah penangkapan terhadap Yoon, yang dikeluarkan oleh pengadilan Seoul pada Selasa (31/12). Surat perintah itu dikeluarkan setelah Yoon mengabaikan permintaan untuk hadir dalam pemeriksaan dan menghalangi penggeledahan kantornya, yang menghambat penyelidikan apakah deklarasi darurat militer yang diumumkannya merupakan tindakan pemberontakan.

Oh Dong-woon, kepala jaksa lembaga tersebut, menyatakan bahwa polisi bisa dikerahkan jika layanan keamanan Yoon menentang upaya penangkapannya, yang bisa terjadi paling cepat pada Kamis (2/1/2025). Namun, belum jelas apakah Yoon dapat dipaksa untuk diperiksa.

Tim hukum Yoon sebelumnya memperingatkan bahwa upaya lembaga anti-korupsi menggunakan polisi untuk menangkapnya akan melampaui kewenangan hukum mereka. Para pengacara juga menyatakan bahwa polisi bisa ditangkap oleh "layanan keamanan presiden atau warga negara mana pun" jika mencoba menangkap Yoon.

Dalam pesan kepada ratusan pendukungnya pada Rabu (1/1) malam, Yoon mengatakan bahwa dia akan terus berjuang melawan kekuatan anti-negara yang "melanggar kedaulatan" dan membahayakan negara. Dia memuji para pendukungnya atas upaya mereka melindungi "demokrasi liberal dan tatanan konstitusional" negara.

Yoon mengaku menyaksikan protes mereka melalui siaran langsung YouTube.

Partai Demokrat Korea (DPK), yang memimpin pemungutan suara legislatif untuk memakzulkan Yoon pada 14 Desember terkait penerapan darurat militer, menuduh Yoon mencoba menggerakkan pendukungnya untuk menghalangi penangkapannya. DPK meminta pihak berwenang segera melaksanakan surat perintah penangkapan.

Semakin banyak pendukung Yoon berkumpul di dekat kediamannya pada Kamis pagi, di tengah kehadiran polisi yang padat, sambil mengibarkan bendera Korea Selatan dan Amerika Serikat serta membawa plakat yang menentang pemakzulan.

Para pengacara Yoon berargumen bahwa surat perintah penangkapan pengadilan "tidak sah", dengan alasan lembaga anti-korupsi tidak memiliki kewenangan hukum untuk menyelidiki tuduhan pemberontakan. Mereka juga menuduh pengadilan melanggar undang-undang yang melarang penyitaan atau penggeledahan tempat yang terkait dengan rahasia militer tanpa izin pihak berwenang.

Mahkamah Konstitusi Jadi Penentu

Membungkuk, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Minta Maaf
Pengumuman permintaan maaf Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol diungkap dalam sebuah pidato yang disiarkan di televisi. (ANTHONY WALLACE/AFP)

Beberapa ahli percaya bahwa lembaga anti-korupsi, yang memimpin penyelidikan bersama dengan polisi dan otoritas militer, tidak akan mengambil risiko bentrok dengan layanan keamanan Yoon, yang telah menyatakan akan memberikan perlindungan kepada Yoon sesuai dengan hukum. Kantor tersebut mungkin akan mengeluarkan panggilan lain agar Yoon hadir untuk diperiksa jika mereka tidak dapat melaksanakan surat perintah penangkapan sebelum 6 Januari.

Kekuasaan presiden Yoon ditangguhkan setelah dia dimakzulkan atas pemberlakuan darurat militer, yang hanya berlangsung beberapa jam namun memicu kerusuhan politik hingga saat ini, menghentikan diplomasi tingkat tinggi, dan mengguncang pasar keuangan.

Nasib Yoon kini berada di tangan Mahkamah Konstitusi, yang telah memulai pertimbangannya tentang apakah akan mengesahkan pemakzulan, yang akan secara resmi memberhentikan Yoon dari jabatannya, atau justru sebaliknya mengembalikan kekuasaannya sebagai presiden.

Untuk secara resmi mengakhiri kepresidenan Yoon, dibutuhkan setidaknya suara dukungan enam dari sembilan hakim Mahkamah Konstitusi.

Majelis Nasional pekan lalu juga memilih untuk memakzulkan Perdana Menteri Han Duck-soo, yang menjabat sebagai presiden sementara setelah kekuasaan Yoon ditangguhkan. Dia dimakzulkan atas ketidaksiapannya mengisi tiga kekosongan di Mahkamah Konstitusi menjelang tinjauan kasus Yoon.

Di tengah tekanan yang semakin besar, pelaksana tugas presiden Choi Sang-mok menunjuk dua hakim baru pada Selasa, yang kemungkinan meningkatkan peluang Mahkamah Konstitusi untuk mengesahkan pemakzulan Yoon.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya