Liputan6.com, Jakarta - Sebuah penelitian terbaru berhasil mengungkap jejak abu vulkanik di permukaan Mars. penemuan ini diyakini sebagai bukti adanya aktivitas vulkanik eksplosif di masa lalu.
Penemuan jejak abu vulkanik di Mars memperkuat teori bahwa Planet Merah pernah memiliki kondisi geologis yang aktif, termasuk letusan gunung berapi yang signifikan. Temuan abu vulkanik tersebut pertama kali diidentifikasi melalui analisis puing bebatuan yang diamati oleh satelit yang mengorbit Mars.
Para peneliti menyimpulkan bahwa batuan itu terbentuk dari abu vulkanik yang terlempar ke atmosfer dalam jumlah besar dan menyebar ke area yang sangat luas. Struktur dan komposisi batuan ini memberikan petunjuk kuat bahwa letusan yang terjadi di masa lalu memiliki skala yang sangat besar, menyerupai jenis letusan eksplosif yang terjadi di Bumi.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari Live Science pada Selasa (07/01/2025), para ilmuwan meneliti batuan gelap tersebut yang tersebar di permukaan Mars. Jika batuan ini terbentuk dari abu vulkanik, lapisannya bisa menutupi material mineral yang ada di bawahnya.
Mineral tertentu yang terkubur di bawah abu dapat menjadi indikator adanya tanda-tanda kehidupan mikroba kuno, karena beberapa mineral tersebut terkait dengan lingkungan yang mendukung kehidupan. Untuk memetakan wilayah ini, para ilmuwan memanfaatkan citra dari satelit Context Camera yang terpasang di wahana Mars Reconnaissance Orbiter (MRO).
Satelit ini telah beroperasi sejak 2006 dan fokus mempelajari tanda-tanda air purba serta fenomena geologis lainnya di Mars. Penelitian terbaru ini mencakup area seluas 50.000 kilometer persegi di wilayah yang dinamakan Oxia Planum.
Kawasan ini menjadi salah satu area target yang paling menjanjikan untuk misi pencarian kehidupan kuno di Mars. Oxia Planum memiliki sejarah geologis yang kaya dan diperkirakan pernah memiliki lingkungan yang basah dan hangat, kondisi yang ideal bagi kehidupan mikroba.
Struktur lapisan batuan di sana, yang kemungkinan besar tersusun dari abu vulkanik yang mengeras. Hal ini membuka peluang besar untuk mempelajari perubahan iklim Mars serta evolusi aktivitas vulkaniknya.
Penelitian ini merupakan bagian dari upaya jangka panjang untuk memahami sejarah Mars dan kemungkinan adanya kehidupan di sana. Salah satu langkah berikutnya dalam misi eksplorasi Mars adalah peluncuran rover ExoMars Rosalind Franklin yang dijadwalkan akan tiba di Mars pada 2028.
Kedalaman 2 Meter
Rover ini dirancang untuk mengebor hingga kedalaman 2 meter, jauh lebih dalam dibandingkan misi-misi sebelumnya. Kemampuan mengebor hingga kedalaman tersebut penting untuk mencapai lapisan yang terlindungi dari radiasi permukaan dan lebih mungkin mengandung bukti kehidupan kuno.
Misi ExoMars awalnya merupakan kolaborasi antara Badan Antariksa Eropa (ESA) dan Badan Antariksa Rusia (Roscosmos), tetapi dalam perkembangannya, NASA sempat bergabung pada 2024. Sayangnya, karena kendala anggaran, NASA memutuskan mundur dari proyek ini, meskipun mereka tetap memberikan kontribusi ilmiah melalui analisis data dan kerja sama teknologi.
Rover Rosalind Franklin dilengkapi dengan instrumen canggih untuk menganalisis komposisi kimia dan mineralogi batuan Mars. Salah satu target utama adalah menemukan molekul organik dan senyawa kimia lain yang menjadi indikator kehidupan.
Jika ditemukan, penemuan tersebut akan menjadi bukti penting bahwa Mars pernah memiliki lingkungan yang dapat mendukung kehidupan. Dr. Sarah Harris, seorang peneliti senior dalam tim ExoMars, menyebut bahwa meskipun tanda-tanda kehidupan yang ditemukan kemungkinan berasal dari masa lampau yang sangat jauh, penemuan ini tetap akan mengubah pemahaman kita tentang asal-usul kehidupan di tata surya.
Penelitian abu vulkanik dan eksplorasi Mars secara keseluruhan mencerminkan dedikasi komunitas ilmiah internasional dalam mencari jawaban atas pertanyaan besar tentang kehidupan di luar Bumi. Dengan teknologi yang terus berkembang dan misi yang semakin canggih, masa depan eksplorasi planet ini menjanjikan banyak kejutan dan penemuan luar biasa.
(Tifani)
Advertisement