Liputan6.com, Tel Aviv - Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa pasukan Israel tidak akan memenuhi batas waktu pada Minggu (26/1/2025) untuk menarik diri dari Lebanon selatan.Â
Kantor perdana menteri mengonfirmasi bahwa Israel tidak akan memenuhi batas waktu tersebut, dengan menyatakan, "Proses penarikan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) bergantung pada penempatan tentara Lebanon di selatan Lebanon dan penegakan kesepakatan ini secara penuh dan efektif, sementara Hizbullah harus mundur melewati Sungai Litani."
Baca Juga
Pernyataan itu menyebutkan bahwa Israel menganggap gencatan senjata ini "belum sepenuhnya ditegakkan" dan bahwa "proses penarikan bertahap akan dilanjutkan dengan koordinasi penuh dengan Amerika Serikat (AS)".
Advertisement
Sementara Israel menuduh Lebanon gagal memenuhi kewajiban mereka dalam kesepakatan, khususnya terkait dengan penempatan tentara Lebanon di selatan Sungai Litani, sekitar 30 kilometer dari perbatasan, Lebanon juga menuduh Israel melanggar gencatan senjata.
Keputusan untuk menunda penarikan pasukan, yang diambil dalam rapat kabinet Israel pada Kamis (23/1) malam, muncul setelah ramai laporan soal Israel berencana mempertahankan keberadaan militernya setidaknya di lima pos di Lebanon.
Menurut gencatan senjata yang disepakati, yang mengakhiri perang dengan Hizbullah, pasukan Israel seharusnya sudah menyelesaikan penarikannya dalam waktu 60 hari atau paling lambat pada 26 Januari.
Duta Besar Israel untuk AS Michael Herzog menjelaskan alasan penundaan dalam wawancara dengan Radio Tentara Israel awal pekan ini. Dia menyatakan bahwa lebih banyak waktu diperlukan agar tentara Lebanon dapat ditempatkan di selatan Sungai Litani dan menegaskan bahwa kesepakatan ini memiliki kelonggaran waktu.
"Kesepakatan ini mencakup target 60 hari untuk menyelesaikan penarikan IDF dari selatan Lebanon dan untuk tentara Lebanon mengambil alih, namun itu tidak bersifat mutlak dan dirumuskan dengan beberapa kelonggaran," klaim Herzog seperti dikutip dari The Guardian, Sabtu (25/1).
"Kami sedang berdiskusi dengan pemerintahan Donald Trump untuk memperpanjang waktu yang diperlukan agar tentara Lebanon benar-benar dapat dikerahkan dan menjalankan perannya dalam kesepakatan tersebut. Diskusi ini masih berlangsung."
Meskipun permintaan penundaan telah diajukan, belum jelas apakah pemerintahan Trump telah menyetujui permintaan tersebut.
Ultimatum Hizbullah
Penundaan Israel untuk meninggalkan Lebanon datang pada saat yang tegang dalam fase pertama gencatan senjata di Jalur Gaza, operasi besar-besaran Israel di Tepi Barat yang diduduki, dan ketidakjelasan mendalam tentang bagaimana kebijakan Trump di Timur Tengah akan berkembang.
Pekan ini, seorang anggota parlemen dari Hizbullah mengatakan bahwa kegagalan untuk memenuhi batas waktu tersebut akan menyebabkan runtuhnya gencatan senjata.
"Kami di Hizbullah menunggu tanggal 26 Januari, hari yang mengharuskan penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah Lebanon," kata Ali Fayyad. "Jika musuh Israel tidak patuh, itu akan berarti (kesepakatan gencatan senjata) runtuh."
Pemimpin Hizbullah, Naim Qassem, menuduh Israel melanggar gencatan senjata ratusan kali.
"Kami telah sabar dengan pelanggaran-pelanggaran tersebut untuk memberi kesempatan kepada negara Lebanon yang bertanggung jawab atas kesepakatan ini, bersama dengan sponsor internasional, namun saya meminta Anda untuk tidak menguji kesabaran kami," katanya akhir pekan lalu.
Konflik skala penuh antara Hizbullah dan Israel pecah pada September tahun lalu, setelah hampir satu tahun keduanya saling serang di perbatasan, menyebabkan pengungsian puluhan ribu warga sipil di kedua belah pihak.
Pasukan Israel dilaporkan pula masih beroperasi di zona penyangga di Suriah yang berbatasan dengan Israel, yang mereka masuki setelah jatuhnya rezim Bashar al-Assad sekalipun ada seruan internasional untuk mundur.
Advertisement