Liputan6.com, Kuala Lumpur - Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim membatalkan rencana penerbitan pedoman bagi Muslim yang ingin menghadiri acara keagamaan non-Muslim. Keputusan ini diambil setelah kabinet Malaysia menerima banyak kritik yang menilai aturan tersebut berlebihan dan berpotensi mengganggu harmoni antaragama di negara itu.
Dalam konferensi pers pada Rabu (5/2/2025), Anwar menegaskan bahwa pedoman tersebut tidak diperlukan.
Advertisement
Baca Juga
"Tidak perlu (ada pedoman) karena sebagai Muslim mereka sudah seharusnya tahu batasan yang ada," kata Anwar usai rapat kabinet, seperti mengutip laman Straits Times, Minggu (9/2).
Advertisement
Pernyataan ini disampaikan saat ia mengunjungi Kuil Batu Caves di Selangor menjelang perayaan Thaipusam pada 11 Februari.
Sebelumnya, Menteri Urusan Islam Na’im Mokhtar mengumumkan rencana pemerintah untuk menetapkan pedoman bagi Muslim yang menghadiri acara atau perayaan non-Muslim, termasuk di tempat ibadah seperti pernikahan dan pemakaman.
Dalam pedoman itu, penyelenggara acara yang melibatkan Muslim diwajibkan meminta izin otoritas Islam. Selain itu, acara tidak boleh mengandung unsur yang dapat menyinggung sensitivitas Muslim, seperti pidato atau lagu bernuansa agama lain.
Pengumuman ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan. Mantan Menteri Kabinet Rafidah Aziz menilai pedoman tersebut tidak diperlukan.
"Selama berabad-abad, kita hidup berdampingan secara harmonis. Muslim tahu batasan agama mereka—tidak perlu ada aturan tambahan," ujar Rafidah.
Keputusan Akhir Kabinet
Pada Selasa (4/2), Na’im sempat mengatakan bahwa pedoman tersebut masih dalam tahap kajian. Namun, sehari setelahnya, ia bersama Menteri Persatuan Nasional Aaron Ago Dagang mengeluarkan pernyataan bersama yang menyebut bahwa kabinet memutuskan pedoman ini bukan kebijakan resmi pemerintah.
"Jakim (Departemen Pengembangan Islam Malaysia) dapat memberikan saran kepada Muslim tentang pentingnya menjaga akidah mereka dalam hal ini, tetapi ini bukan kebijakan resmi," kata pernyataan itu.
Keputusan ini diambil setelah kabinet menilai bahwa kebijakan apa pun harus mempertimbangkan persatuan nasional dan mendapat persetujuan kabinet sebelum diberlakukan.
Polemik ini bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi pemerintahan Anwar terkait isu agama. Pemerintahannya juga mendapat kritik atas RUU Mufti yang tengah diajukan ke parlemen.
RUU ini dianggap memperluas kewenangan mufti di Wilayah Federal untuk menetapkan fatwa menjadi hukum yang mengikat. Kritikus khawatir bahwa kebijakan ini dapat berdampak luas dan mempengaruhi seluruh Malaysia, yang memiliki 13 negara bagian dengan otonomi agama masing-masing.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)