AS Hentikan Serangan Siber terhadap Rusia

Kabar ini cukup mengejutkan karena menurut laporan intelijen AS dan sektor swasta sebelumnya, Rusia telah meningkatkan operasi siber tidak hanya terhadap Ukraina, namun juga negara-negara NATO.

oleh Khairisa Ferida Diperbarui 04 Mar 2025, 08:42 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2025, 08:42 WIB
Pete Hegseth
  Menteri Pertahanan Amerika Serikat Pete Hegseth. (Dok. AP Photo/Ben Curtis)      ... Selengkapnya

Liputan6.com, Washington, DC - Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Pete Hegseth memerintahkan Komando Siber AS untuk menghentikan operasi siber ofensif dan operasi informasi terhadap Rusia. Hal ini disampaikan oleh seorang pejabat AS yang mengetahui masalah tersebut.

Menurut pejabat tersebut, Hegseth memberikan perintah ini kepada kepala komando, Jenderal Angkatan Udara Tim Haugh, pada akhir Februari. Tidak jelas berapa lama perintah ini akan berlaku.

Seorang pejabat pertahanan senior AS menolak berkomentar tentang keputusan ini karena alasan keamanan operasional.

"Tidak ada prioritas yang lebih besar bagi Menhan Hegseth daripada keselamatan personel militer dalam semua operasi, termasuk di domain siber," kata pejabat tersebut kepada NBC News, seperti dikutip Selasa, (4/3).

Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur AS (CISA), yang berada di bawah Kementerian Keamanan Dalam Negeri, mengatakan, "Misi kami adalah untuk mempertahankan diri dari semua ancaman siber terhadap Infrastruktur Kritis AS, termasuk dari Rusia. Tidak ada perubahan dalam postur kami."

Perwakilan Komando Siber AS tidak segera menanggapi permintaan komentar. Kedutaan Besar Rusia juga tidak segera merespons permintaan komentar.

Perintah Hegseth pertama kali dilaporkan oleh The Record.

Reaksi Demokrat

Siluet Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) berjalan bersama dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) di KTT G20 2019 di Osaka, Jepang.
Siluet Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) berjalan bersama dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) di KTT G20 2019 di Osaka, Jepang. (Dok. AFP/Brendan Smiaulowski)... Selengkapnya

Presiden Donald Trump baru-baru ini berupaya membangun kembali saluran diplomatik dengan Rusia, termasuk memulihkan staf kedutaan. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari langkah pemerintahannya untuk mengakhiri perang di Ukraina dengan cepat.

Pejabat AS telah memulai pembicaraan perdamaian dengan negosiator Rusia bulan lalu di Arab Saudi.

Hubungan Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mencapai kebuntuan pada Jumat (28/2) setelah ketegangan di Ruang Oval. Trump "menegur" Zelenskyy karena terus-menerus mengkritik Putin.

"Dia harusnya mengatakan saya ingin berdamai," kata Trump sebelum meninggalkan Gedung Putih pada Jumat. "Dia tidak perlu berdiri di sana dan terus menyebut 'Putin begini, Putin begitu', semua hal negatif. Dia hanya harus mengatakan saya ingin berdamai. Saya tidak ingin berperang lagi."

Kegagalan pertemuan Trump dan Zelenskyy tersebut menunda penandatanganan kesepakatan yang akan memberikan AS akses signifikan terhadap logam tanah jarang Ukraina, yang digunakan untuk membuat berbagai produk teknologi.

Pemimpin Minoritas Senat Chuck Schumer pada Minggu menyebut keputusan pemerintah untuk menghentikan operasi siber ofensif terhadap Rusia sebagai upaya Trump untuk mendapatkan dukungan Putin.

"Donald Trump begitu putus asa untuk mendapatkan kasih sayang dari seorang penjahat seperti Vladimir Putin, sehingga dia tampaknya memberinya kebebasan bertindak," kata Schumer. "Sementara itu, Rusia terus melancarkan operasi siber dan serangan ransomware terhadap infrastruktur kritis AS, mengancam keamanan ekonomi dan nasional kita. Ini adalah kesalahan strategis kritis bagi Donald Trump untuk melucuti senjata secara sepihak melawan Putin."

Perbedaan Mencolok Era Biden dan Trump

Ilustrasi serangan siber.
Ilustrasi serangan siber. (Dok. Elchinator/Pixabay)... Selengkapnya

Pemerintahan Joe Biden tahun lalu menyebut Rusia sebagai "ancaman siber global yang terus-menerus", merujuk pada serangan Badan Intelijen Asing Rusia terhadap lembaga pemerintah AS, think tank, sektor energi, dan penerbangan.

"Moskow memandang gangguan siber sebagai alat kebijakan luar negeri untuk memengaruhi keputusan negara lain dan terus menyempurnakan serta menggunakan kemampuan mata-mata, pengaruh, dan serangannya terhadap berbagai target," kata Kantor Direktur Intelijen Nasional dalam laporan penilaian ancaman 2024. "Rusia mempertahankan kemampuannya untuk menargetkan infrastruktur kritis, termasuk kabel bawah laut dan sistem kontrol industri, di AS maupun di negara sekutu dan mitra."

Microsoft pada November lalu melaporkan bahwa Rusia meningkatkan operasi sibernya, terutama menargetkan Ukraina dan negara-negara NATO.

"Pelaku ancaman dari Rusia fokus pada upaya mengakses dan mencuri intelijen dari pejuang Ukraina serta mitra internasional yang memasok senjata. Teknik yang digunakan berpotensi menimbulkan kerusakan tidak terduga dengan membahayakan jaringan komputer secara global," catat perusahaan tersebut dalam laporan pertahanan digital 2024.

Laporan tersebut juga menyoroti operasi siber Rusia yang bertujuan memengaruhi pemilihan presiden 2024, upaya yang berujung pada pemberian sanksi oleh pemerintahan Biden.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya