Liputan6.com, Nuuk - Klaim Donald Trump dalam pidatonya di hadapan Kongres bahwa Amerika Serikat (AS) akan mendapatkan Greenland "dengan cara apa pun" dikutuk secara luas sebagai tindakan "tidak sopan" dan dianggap mencerminkan pandangan yang tidak dapat diterima tentang kemanusiaan.
Dalam pidatonya pada Selasa malam (4/3/2025), Trump disambut dengan tawa, termasuk dari Wakil Presiden JD Vance yang duduk di belakangnya, saat dia menyatakan, "Saya juga punya pesan malam ini untuk orang-orang luar biasa di Greenland."
Advertisement
Baca Juga
Trump mengatakan bahwa jika pulau Arktik, yang merupakan bagian dari Kerajaan Denmark, tersebut memilih untuk bergabung dengan AS, mereka akan disambut.
Advertisement
"Saya pikir kita akan mendapatkannya (Greenland). Dengan cara apa pun, kita akan mendapatkannya," kata Trump seperti dikutip The Guardian, Kamis, (6/3), disambut tawa dan tepuk tangan meriah.
Berbicara kepada masyarakat Greenland, dia menambahkan, "Kami akan menjaga kalian aman. Kami akan membuat kalian kaya. Dan bersama-sama, kita akan membawa Greenland ke ketinggian yang belum pernah kalian bayangkan sebelumnya."
Menteri Sumber Daya Alam, Kesetaraan, Bisnis, dan Kehakiman Greenland Naaja Nathanielsen mengungkapkan bahwa adegan tersebut menunjukkan "kurangnya rasa hormat mendasar terhadap kami sebagai sebuah bangsa, terhadap hubungan historis kami dengan tanah ini, dan terhadap institusi demokrasi kami."
Dia menuturkan bahwa dia "tidak buta" terhadap potensi peningkatan perdagangan dan kerja sama, tetapi "kurangnya nada yang sopan menjadi penghalang".
Selanjutnya, Nathanielsen menambahkan, "Mendengar anggota legislatif AS tertawa terbahak-bahak atas pernyataan seperti 'kita akan mendapatkannya dengan cara apa pun' adalah tidak sopan. Saya katakan tidak terima kasih untuk ide Greenland menjadi bagian dari AS. Tidak terima kasih untuk prospek menjadi negara bagian AS atau bentuk lain dari anak perusahaan AS."
Nathanielsen mengatakan AS "mengirim sinyal yang sangat tidak jelas" tentang siapa yang dianggapnya sebagai sekutu dan bagaimana mereka menggunakan "kekuatan besar mereka".Menggunakan nama Greenland dalam bahasa lokal, Perdana Menteri Greenland Mute Egede menegaskan, "Kalaallit Nunaat adalah milik kami." Dia menulis di media sosial, "Kami tidak ingin menjadi orang AS atau orang Denmark; kami adalah Kalaallit. Orang AS dan pemimpin mereka harus memahami hal itu. Kami bukan komoditas yang bisa dijual atau diambil begitu saja. Masa depan kami akan ditentukan oleh kami sendiri di Greenland."
Respons Denmark
Denmark sebelumnya memerintah Greenland sebagai koloni dan hingga saat ini masih mengendalikan kebijakan luar negeri dan keamanannya. Sementara itu, Greenland sendiri akan mengadakan pemilu pada 11 Maret, momen sangat penting yang bisa menjadi penentu dalam hubungannya dengan AS dan seberapa cepat mereka menuju kemerdekaan dari Denmark.
Menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh surat kabar Denmark, Berlingske, pada Januari, 85 persen warga Greenland tidak ingin Greenland menjadi bagian dari AS.
Nathanielsen menuturkan dia tidak melihat komentar Trump sebagai "alasan untuk panik". Dia menambahkan, "Pidato itu ditujukan untuk audiens Republik AS dan dimaksudkan untuk menghibur dan mengejutkan."
Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen menegaskan kembali pernyataan sebelumnya bahwa masa depan Greenland akan diputuskan oleh rakyat Greenland, namun dia mengatakan, "Saya berharap sebagai perdana menteri Denmark bahwa kita dapat mempertahankan persemakmuran kita karena saya percaya itu menguntungkan."
Dalam wawancara lainnya, dia mengatakan Denmark dan Eropa telah mendapat manfaat dari "kolaborasi yang sangat kuat" dengan AS dan mereka akan melakukan apa yang kami bisa untuk mempertahankan hubungan dengan AS.
Dia menambahkan, "Sangat penting saat ini kami menguatkan diri kami, sehingga kami dapat berdiri sendiri dengan cara yang sama sekali berbeda dari sebelumnya."
Advertisement
