WNI Pamer Alat Kelamin di Pesawat Singapore Airlines Dipenjara 3 Minggu

Seorang WNI di Singapura dipenjara 3 minggu karena memperlihatkan alat kelaminnya kepada pramugari Singapore Airlines (SIA) dalam penerbangan dari China.

oleh Tanti Yulianingsih Diperbarui 26 Mar 2025, 17:04 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2025, 17:04 WIB
Ilustrasi penjara (pixabay)
Ilustrasi WNI di Singapura di penjara akibat pamer alat kelamin saat penerbangan Singapore Airlines (SIA) dari China. (pixabay)... Selengkapnya

Liputan6.com, Singapura City - Seorang warga negara Indonesia (WNI) bernama Brilliant Angjaya (23 tahun) dijatuhi hukuman penjara tiga minggu oleh pengadilan Singapura, setelah terbukti bersalah melakukan pelecehan seksual terhadap seorang pramugari Singapore Airlines. 

Setelah menenggak dua gelas sampanye, WNI Brilliant Angjaya penumpang kelas bisnis di dalam pesawat Singapore Airlines (SIA) memutuskan untuk memperlihatkan alat kelaminnya kepada seorang pramugari.

Brilliant Angjaya juga menggunakan telepon genggamnya untuk merekam reaksi pramugari tersebut terhadap tindakan tidak senonohnya.

Pada 24 Maret 2025, dalam pemberitan The Straits Times yang dikutip Rabu (26/3/2025), Angjaya dijatuhi hukuman penjara tiga minggu setelah mengaku bersalah atas satu tuduhan pelecehan seksual. 

Dalam putusannya, Hakim Distrik Paul Quan mengatakan tindakan Angjaya "tidak dapat dijelaskan" dan "tidak dapat dimaafkan".

Insiden tersebut terjadi di dalam pesawat Singapore Airlines yang tengah melakukan penerbangan dari China menuju Singapura pada 23 Januari 2025.

Rincian lebih lanjut tentang penerbangan dan pramugari tersebut tidak dapat diungkapkan karena perintah untuk tidak berbicara untuk melindungi identitas korban.

Pengadilan mendengar bahwa selama penerbangan, Brilliant Angjaya makan di dalam pesawat dan minum dua gelas sampanye sebelum tidur.

Setelah terbangun, ia pergi ke toilet untuk buang air. Di sana, ia disebut tiba-tiba berpikir untuk merekam video dirinya memperlihatkan alat kelaminnya kepada seseorang, dan menangkap reaksi orang tersebut.

Sekitar pukul 04.45 pagi, ia kembali ke tempat duduknya dan menyetel ponselnya pada mode perekaman sebelum membuka ritsleting celana jinsnya dan memperlihatkan alat kelamin.

Korban, pramugari, kemudian menghampiri Angjaya dengan membawa makanan dalam pesawat. Saat melihat alat kelaminnya yang terbuka, ia terkejut dan melihat ke arah yang berlawanan. Ia kemudian dengan cepat menarik meja lipat, meletakkan makanan Angjaya di atasnya, dan pergi.

Korban kemudian melihat ponsel Angjaya dengan kamera yang mengarah padanya, dan memutuskan untuk melaporkan masalah tersebut kepada atasannya.

Saat didekati oleh atasannya, Angjaya membantah telah merekam kejadian tersebut, tetapi akhirnya menyerahkan ponselnya atas permintaan.

Atasannya memeriksa ponselnya dan melihat video kejadian tersebut, termasuk rekaman korban.

Polisi kemudian diberitahu sebelum pesawat dijadwalkan mendarat pukul 6.45 pagi, dan Angjaya akhirnya ditangkap.

 

 

Vonis Tiga Minggu Penjara dan Pertimbangan Hakim

Ilustrasi keadilan
Ilustrasi pengadilan. (Foto: freepik)... Selengkapnya

Deputy Public Prosecutor (DPP) atau Wakil Jaksa Penuntut Umum Ng Jun Kai menuntut hukuman penjara empat hingga enam minggu.

Jaksa mengatakan bahwa Brilliant Angjaya mabuk dan fakta bahwa kejahatan itu dilakukan di dalam pesawat dan terhadap seorang pekerja angkutan umum merupakan faktor yang memberatkan.

Memperhatikan bahwa Angjaya awalnya menyangkal perbuatannya, DPP Ng mengatakan: "Jika dia benar-benar menyesal, dia tidak akan berbohong kepada atasan korban ketika ditanya apakah dia merekam. Dia akan mengaku sejak awal."

Pengacara Angjaya, Navin Thevar, mengatakan kliennya dalam "kondisi bermasalah" saat itu, dan minum sampanye untuk "mencoba istirahat" karena dia tidak bisa tidur selama penerbangan.

Setelah melakukan perbuatan tak senonoh itu, dia menyerahkan telepon genggamnya dan meminta maaf kepada awak kabin, imbuh Navin.

Angjaya juga menulis surat permintaan maaf kepada korban, yang dibacakan pengacaranya di pengadilan.

Dalam surat itu, Angjaya menulis bahwa ia akan meninggalkan China untuk selamanya setelah belajar di sana selama sekitar lima bulan, dan merasa gelisah karena ia tidak tahu kapan akan bertemu kembali dengan teman-teman di sana.

"Apa yang saya lakukan sangat bodoh. Namun, saya yakin Anda berhak mendapatkan penjelasan mengapa saya melakukan apa yang saya lakukan," tulis Angjaya, seraya menambahkan bahwa ia tahu alasannya tidak membenarkan tindakannya.

Angjaya melanjutkan: "Anda tidak pantas mendapatkan tekanan dan kerumitan yang saya sebabkan kepada Anda... Saya harap Anda setidaknya merasa sedikit tenang karena mengetahui bahwa saya akan menghadapi keadilan atas tindakan saya."

Hakim Quan mengatakan bahwa rasa waspada yang ditimbulkan kepada korban meningkat dalam konteks kabin kelas bisnis, di mana pramugari akan memiliki kontak yang lebih pribadi dengan penumpang.

Hakim mengatakan: "Pihak pembela telah menganggap pelanggaran itu sebagai lelucon yang sangat tidak pantas. Saya memiliki pandangan yang berbeda. Cukup menyimpang bagi (Angjaya) untuk bahkan merenungkan bagaimana seseorang akan bereaksi terhadap tindakan tidak senonohnya."

Meskipun demikian, Hakim Quan menerima bahwa Angjaya telah menunjukkan penyesalan yang tulus.

Angjaya diberi izin menelepon ayahnya di Indonesia setelah dijatuhi hukuman.

Respons Kemlu RI

Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri RI usai mengalami pemugaran dan renovasi. (Liputan6/Benedikta Miranti)
Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri RI usai mengalami pemugaran dan renovasi. (Liputan6/Benedikta Miranti)... Selengkapnya

Kementerian Luar Negeri RI menyebut bahwa pihaknya melalui KBRI Singapura telah menerima informasi dari Kepolisian Singapura tentang laporan seorang WNI yang diduga melakukan pelecehan seksual di penerbangan menuju Singapura.

"Yang bersangkutan didakwa dengan pelanggaran Sexual Exposure dibawah Section 377BF (3) Singapore Penal Code 1871," demikian diungkapkan oleh Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI Judha Nugraha pada Selasa (11/3/2025).

"WNI tersebut dan keluarganya telah berkonsultasi dengan KBRI Singapura pada tanggal 10 Februari."

Judha Nugraha juga menyebut, KBRI Singapura telah membantu koordinasi dengan Kepolisian Singapura, termasuk mengupayakan agar persidangan dapat segera dijalankan agar tidak berlarut-larut.

Kasus ini akan disidangkan pertama kali pada tanggal 12 Maret 2025. KBRI Singapura juga akan terus memberikan pendampingan yang diperlukan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya