Sukses

Ilmuwan Temukan Alam Semesta Terus Mengembang dan Berputar

Ekspansi ini diyakini akan terus berlangsung hingga mencapai suatu titik akhir. Meskipun, akhir tersebut masih menjadi perdebatan di kalangan kosmolog.

Liputan6.com, Jakarta - Para ilmuwan sepakat bahwa alam semesta telah mengalami ekspansi sejak peristiwa dahsyat big bang yang terjadi sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu. Sejak saat itu, ruang dan waktu terus mengembang, membawa galaksi-galaksi menjauh satu sama lain dalam sebuah tarian kosmik.

Ekspansi ini diyakini akan terus berlangsung hingga mencapai suatu titik akhir. Meskipun, akhir tersebut masih menjadi perdebatan di kalangan kosmolog.

Namun, di balik teori umum ini, tersimpan sebuah misteri yang membuat para ilmuwan bingung. Seberapa cepat sebenarnya alam semesta mengembang?

Pertanyaan ini mengarah pada sebuah fenomena yang dikenal sebagai Hubble tension. Hubble tension ketegangan antara hasil pengamatan dan prediksi teoretis terkait kecepatan ekspansi alam semesta.

Melansir laman Popular Science pada Kamis (24/04/2025), kecepatan ekspansi alam semesta diukur dengan konstanta yang disebut Hubble Constant. Ukuran ini menunjukkan seberapa cepat galaksi bergerak menjauh satu sama lain, dalam satuan kilometer per detik per megaparsec (km/s/Mpc).

Satu megaparsec setara dengan sekitar 3,26 juta tahun cahaya, atau lebih dari 30 triliun kilometer. Model kosmologi standar saat ini, yaitu Lambda Cold Dark Matter (ΛCDM), memprediksi nilai Hubble Constant sekitar 67–68 km/s/Mpc.

Prediksi ini berasal dari pengukuran radiasi latar gelombang mikro kosmis (CMB) yang tersisa dari big bang. Hal ini dipelajari oleh teleskop seperti Planck milik Badan Antariksa Eropa (ESA).

Namun, pengukuran langsung terhadap galaksi dan supernova terdekat melalui metode yang dikenal sebagai distance ladder menunjukkan nilai H₀ yang lebih tinggi, yaitu sekitar 73 km/s/Mpc. Perbedaan ini tidak kecil, dan tidak bisa dijelaskan hanya dengan kesalahan pengukuran. Inilah yang menjadi dasar munculnya "Hubble tension."

 

2 dari 2 halaman

Pendekatan Baru

Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan pada April 2025 dalam Monthly Notices of the Royal Astronomical Society memperkenalkan pendekatan baru yang mengejutkan. Tim yang dipimpin oleh kosmolog István Szapudi dari University of Hawai’i’s Institute for Astronomy mengusulkan bahwa dengan mempertimbangkan kemungkinan rotasi sangat kecil dalam struktur alam semesta, maka ketegangan Hubble ini bisa dijelaskan.

Model ini menyarankan bahwa alam semesta mungkin memiliki sedikit rotasi global, yang selama miliaran tahun cukup untuk mempengaruhi percepatan ekspansi ruang-waktu. Menariknya, ide bahwa alam semesta berputar tidak secara langsung melanggar hukum relativitas umum Einstein.

Hanya saja sangat sulit untuk dideteksi, karena jika rotasi ini ada, kecepatannya luar biasa lambat. Menurut perhitungan tim, dibutuhkan waktu sekitar 500 miliar tahun bagi alam semesta untuk menyelesaikan satu rotasi penuh.

Dengan umur alam semesta saat ini yang baru mencapai 13,8 miliar tahun, kita bahkan belum menyelesaikan 3 persen dari satu putaran penuh tersebut. Meskipun ide rotasi kosmik terdengar seperti fiksi ilmiah, pendekatan ini membuka jalan baru bagi kosmologi teoretis.

Ke depannya, para peneliti berharap dapat membangun simulasi komputer tiga dimensi dari alam semesta berdasarkan model ini. Simulasi tersebut bertujuan mencari “jejak rotasi” yang bisa diidentifikasi oleh teleskop generasi mendatang seperti Nancy Grace Roman Space Telescope atau Euclid, yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi pola distribusi galaksi dalam skala kosmik secara lebih presisi.

(Tifani)

Produksi Liputan6.com