Dua Capres Pro Pengendalian Tembakau di Indonesia?

Komnas Pengendalian Tembakau berjuang keras meyakinkan anggota dewan untuk pro pengendalian tembakau. Lantas bagaimana dengan dua capres?

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 02 Jun 2014, 10:00 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2014, 10:00 WIB
Ilustrasi Rokok 5 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Rokok 5 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Indonesia mengaku masih berjuang meyakini para anggota dewan yang duduk di kursi Parlemen untuk pro terhadap kontrol pengendalian tembakau. Terlebih untuk dua calon presiden yang akan berjuang pada 9 Juli mendatang.

Pada periode kemarin, hanya dua fraksi yang pro terhadap kontrol pengendalian tembakau yaitu Partai Gerindra dan PKS. Sisanya, masih susah untuk diyakini agar pro terhadap pengendalian tembakau ini.

"Buat kami dari Komnas masih perjuangan. Karena sekitar 50 persen anggota DPR yang lama itu terpilih lagi. Dari pengalaman saya, hanya dua fraksi yang pro tobacco control," kata Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau dr. Prijo Sidipratomo kepada Health Liputan6.com di Jakarta, ditulis Senin (2/6/2014)

Dalam sebuah kesempatan, Prijo mengaku sempat bertemu langsung dengan Prabowo Subianto, selaku Ketua Umum Gerindra dan mengatakan padanya tentang dampak rokok dan tembakau bagi masyarakat."Syukurlah, ia memahami dan mengerti," kata dia menambahkan.

Namun sayang, Meski Prabowo pro terhadap kontrol pengendalian tembakau di Indonesia, partai-partai koalisi yang bergabung menjadi sebuah persoalan. "Terutama Partai Golkar yang sangat pro tobacco industry," kata Prijo menerangkan.

Lebih lanjut mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menjelaskan, hal yang sama pun terjadi pada pasangan Jokowi dan Ahok. Di mata Prijo, kedua sosok bersahaja ini sudah pro terhadap kontrol pengendalian tembakau. Hanya saja, partai yang mengusung Jokowi sebagai calon presiden RI, PDIP justru pro terhadap industri tembakau.

"Terutama Gubernur Jawa Tengahnya yang bersumpah habis-habisan membela pro tobacco industry karena alasan kebudayaan. Jadi karena ini, perjuangan kami masih berat," kata dia menekankan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya