Liputan6.com, Jakarta Dunia dikejutkan dengan wabah virus Ebola yang mengakibatkan ratusan orang meninggal di Afrika bagian Barat. Hingga berita ini ditulis, menurut data dari laman resmi WHO terbaru wabah virus Ebola yang melanda Guinea, Liberia, Sierra Leone ini, total terdapat 1201 kasus yang mengakibatkan kematian pada 672 orang.
Sebenarnya, virus Ebola sudah ditemukan beberapa dekade lalu, namun hingga kini belum ada obat maupun perawatan yang tepat untuk mengatasi pasien yang terinfeksi virus ini. Menurut para ahli, hal ini disebabkan karena sifat virus yang berbahaya membuat para ilmuwan kesulitan untuk memelajarinya, seperti yang dilansir dari laman Live Science, Rabu (30/7/2014).
Kini, pengobatan yang dilakukan tenaga medis adalah dengan terapi umum. Biasanya tim medis memberikan cairan agar pasien Ebola tak dehidrasi. Ada juga perawatan untuk menjaga tekanan darah dan kadar oksigen serta mengobati infeksi, seperti diungkapkan Centers for Disease Control and Prevention.
Advertisement
"Penyakit Ebola disebabkan oleh virus bukan bakteri. Hal ini membuat peneliti sulit mengembangkan pengobatan untuk penyakit virus dibandingkan penyakit yang berasal dari bakteri," ujar Derek Gateherer, peneliti bioinformatik dari Lancaster University yang memelajari genetika dan evolusi virus.
"Virus Ebola berkembang sangat cepat sehingga belum tentu vaksin yang dikembangkan saat ini akan melindungi pasien yang terinfeksi di masa depan," tambah Gatherer seperti diungkapkan pada laman Fox News, Rabu (30/7/2014).
Untuk melakukan eksperimen terhadap virus mematikan ini peneliti harus berada di laboratorium dengan tingkat perlindungan tertinggi, 'biosafety tingkat 4'. Menurut Gatherer hanya ada beberapa tempat di dunia bagi peneliti untuk dapat melakukan eksperimen terhadap virus Ebola.