Saat Istri Susah Komunikasi dengan Suami

Mengapa ada suami yang bisa bersikap terbuka kepada istrinya, sementara banyak suami yang lebih memilih bersikap tertutup

oleh Liputan6 diperbarui 05 Agu 2014, 16:00 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2014, 16:00 WIB
6 Sumpah yang Perlu dilakukan Pasangan Baru Menikah
Hidup harus lebih realistis tentang cinta dan kehormatan

Liputan6.com, Jakarta Tak jarang suami mengeluh istrinya terlalu menyelidik, seperti detektif saja. Sementara itu istri merasa susah, sebab harapannya mendapat informasi mengenai suaminya tak kunjung diperoleh berhubung sikap suaminya tertutup.

Apa yang terjadi pada pasangan seperti ini?Dalam percakapan sehari-hari, dalam ruang seminar, maupun dalam ruang konsultasi di berbagai media massa, banyak istri yang mengeluhkan tentang sikap suaminya yang tertutup. Sikap tertutup ini seolah-olah menjadi ciri khas pada kaum pria, karena begitu banyaknya sikap ini dijumpai pada mereka.

Pertanyaannya kemudian, mengapa ada suami yang bisa bersikap terbuka kepada istrinya, sementara banyak suami yang lebih memilih bersikap tertutup.

Padahal asumsinya, istri merupakan belahan jiwa, yang menjadi teman di saat senang dan susah, sehat maupun sakit. Ada dua hal yang menjadi latarbelakang sikap pria tertutup ini.

Menurut Psikolog Dewi Matindas, kondisi ini terjadi karena, pertama sikap pribadinya yang memang cenderung tertutup, sementara yang kedua karena yang bersangkutan memang bermaksud menutup diri dari istrinya, dengan alasan tertentu.

Dua kecenderungan



Secara teoritis, dalam setiap diri manusia memiliki dua kecenderungan kepribadian.

Yaitu kecenderungan sebagai pribadi tertutup (introvert) dan kecenderungan sebagai pribadi terbuka (ekstrovert). Dengan kata lain, tidak ada orang yang sama sekali tertutup atau sama sekali terbuka. Namun dalam perkembangannya, biasanya salah satu kecenderungan tersebut akan menjadi lebih kuat.

Seseorang disebut memiliki kecenderungan pribadi terbuka jika kebanyakan dari perhatiannya ditujukan kepada hal-hal yang ada di luar dirinya, kepada lingkungannya atau kepada orang lain. Pada orang seperti ini, biasanya mereka lebih mudah bergaul dan lebih bisa terbuka kepada orang lain.

Sebaliknya, seseorang disebut memiliki kecenderungan sebagai pribadi tertutup, jika sebagian besar perhatiannya ditujukan kepada hal-hal yang ada di dalam dirinya.

Orang yang seperti ini biasanya menjadi lebih sulit bergaul dengan orang lain, dan merasa lebih aman jika bersikap menutup diri terhadap orang lain.

Saluran mampat



Akibat Saluran Mampat
Sebelum kita melangkah lebih lanjut, ada baiknya jika kita kembali mengingat bahwa dalam rumahtangga antara suami istri membutuhkan komunikasi yang erat.

Komunikasi itu sangat diperlukan supaya mereka bisa saling memahami, untuk selanjutnya bisa membicarakan setiap persoalan, memikirkan solusinya dan mengambil keputusan bersama-sama demi kebaikan bersama pula.

Untuk itu, saluran komunikasi dari kedua belah pihak harus tetap mengalir.

Jika dalam komunikasi itu salah satu saluran komunikasinya mampat atau tersumbat, maka informasi yang harusnya mengalir akan terhambat pula. Sedangkan lancar-tidaknya informasi mengalir, akan menentukan kualitas komunikasi di antara keduanya.  
Dalam kenyataannya, sikap tertutup ini sering membuat istri melakukan banyak reaksi.

Ada yang berusaha dengan berbagai macam cara untuk bisa mendapatkan informasi mengenai suaminya. Mulai dari cara yang sangat gamblang menunjukkan keinginannya untuk lebih mengetahui tentang suaminya, hingga cara yang diam-diam menyelidik.

Cara yang sangat gamblang itu dilakukan dengan berusaha membuka diri seluas-luasnya kepada suami, dengan harapan suami pun akan mau bersikap terbuka. Walaupun banyak yang berakhir dengan kekecewaan, sebab ternyata suami tetap tak mau atau tak mampu membuka diri kepada istrinya.

Dampak negatif

Yang biasanya tak disadari oleh para suami, sikap tertutup ini berdampak negatif bagi istrinya. Rasa ingin tahu tentang suami ini kemudian membuat istri berusaha dengan caranya sendiri menebak-nebak, mereka-reka, dan menduga-duga tentang apa pekerjaan suaminya di kantor, apa yang dilakukannya di luar kota, siapa relasi suaminya dan sebagainya, hanya sekadar supaya istri mendapatkan pegangan.

Sebagian yang lain mengembangkan sendiri fantasinya, mengenai apa yang dilakukan atau apa yang terjadi pada suaminya. Sementara yang lain lagi memilih membiarkan saja sikap tertutup itu seperti apa adanya, dengan konsekuensi masing-masing.

Yang jelas, dengan informasi tidak akurat atau tidak lengkap yang dimiliki istri mengenai suaminya itu, akan membuat istri tidak tepat pula dalam memberikan respon.

Tentunya hal ini akan menimbulkan kekecewaan pada pihak suami sendiri. Sementara itu rasa penasaran yang tinggi, akan membuat istri depresi, bahkan sebagian di antaranya menjadi apatis, hingga membutuhkan perawatan klinis psikolog atau psikiater.     

Beda persepsi



Beda Persepsi
Dari sisi pria, ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk bersikap terbuka dan tetap memilih tertutup, itu juga dilatarbelakangi oleh bagaimana persepsi mereka mengenai keterbukaan atau ketertutupan itu sendiri.

Celakanya, persepsi pria dan wanita mengenai hal-hal yang dianggap perlu atau tidak perlu untuk diinformasikan pun berbeda.

Hal-hal yang dianggap penting dan perlu diinformasikan oleh wanita, justru dianggap sebagai sesuatu yang remeh dan sepele oleh pria, sehingga tidak perlu dibagikan kepada orang lain. "Masak, soal begitu saja dibicarakan," begitu biasanya komentar para suami.

Sebaliknya, hal-hal yang dianggap tidak perlu oleh wanita, malah diposisikan sebagai sesuatu yang penting oleh pria. Akibatnya, ketika seorang suami sedang merasa perlu membicarakan sesuatu, ia mendapat reaksi tidak seperti yang diharapkan dari istrinya.  "Saya sudah terbuka, tapi dicuekin," kata mereka.

Lebih dari itu, perbedaan pola asuh di  masa kanak-kanak antara anak laki-laki dan anak perempuan, juga memiliki andil dalam menentukan sikap mereka ketika dewasa.

Sejak kecil, anak laki-laki telah dididik oleh orangtua maupun lingkungan untuk tidak cengeng, tidak mudah menangis, tidak mudah mengeluh, dan sejenisnya.

Didikan sejak kecil



Maka, sejak kecil, anak laki-laki telah dibiasakan untuk tidak usah mengutarakan isi perasaan atau pikirannya kepada orang lain. Mereka telah dididik untuk mampu menahan semua itu, karena mereka dituntut untuk menjadi kuat. Sebaliknya pada anak perempuan, mereka dianggap wajar jika menangis, mengeluh, membutuhkan pertolongan, bahkan cengeng sekalipun. Sehingga mereka akan dianggap wajar pula jika mengutarakan apa pun juga yang menjadi isi pikiran atau perasaannya, sebab mereka tak harus menjadi kuat.

Dari perbedaan pola asuh itu, wanita jadi lebih mudah untuk berbicara secara terbuka mengenai dirinya, kepada siapa pun. Baik kepada orangtua, saudara-saudara maupun teman-temannya. Lain dengan laki-laki, mereka jadi cenderung menutup rapat-rapat informasi mengenai dirinya. Termasuk dengan orang yang mestinya paling dekat dengan dirinya, yaitu istri.

Terbuka Itu KebutuhanBagaimana pun, wajar jika setiap orang menginginkan pasangannya mau secara terbuka menyampaikan apa yang menjadi isi pikiran dan perasaannya. Komunikasi yang lancar dan terbuka, akan mempengaruhi kepercayaan di antara suami istri, sebab keterbukaan juga mengandung arti penghargaan terhadap pasangan.

Untuk itu, alangkah baiknya jika setiap pasangan yang menuntut adanya keterbukaan dari istri atau suaminya, mau lebih dulu melihat kembali apakah dirinya telah cukup membuka saluran informasi itu. Sebab, pada akhirnya, keterbukaan akan menentukan kebahagiaan rumahtangga Anda berdua.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya