Remaja pun Perlu Belajar Hening

Beberapa waktu lalu, umat Hindu merayakan hari raya Nyepi. Ada yang menjadi kekhasan dalam perayaan Nyepi ini.

oleh Liputan6 diperbarui 27 Mar 2015, 07:00 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2015, 07:00 WIB
Nyepi
Ilustrasi suasana perayaan Nyepi di Bali. (www.disbud.baliprov.go.id)

Liputan6.com, Jakarta Beberapa waktu lalu, umat Hindu merayakan hari raya Nyepi. Ada yang menjadi kekhasan dalam setiap perayaan Nyepi. Tidak seperti hari-hari raya yang lainnya yang umumnya dirayakan dengan penuh hingar bingar, hari raya Nyepi justru dirayakan dengan menonjolkan satu aspek yang sudah jarang ditemukan dan dilakukan oleh banyak orang saat pada zaman sekarang ini, yakni keheningan.

Jarangnya keheningan yang ditemukan saat ini ditunjukkan oleh dunia yang semakin cepat berlari. Semakin banyak orang yang seakan terus bergerak dan tidak pernah tidur atau berhenti. Salah satu penyebabnya adalah penemuan teknologi digital. Digitalisasi yang merambah di segala area membuat semakin banyak manusia yang tidak dapat melepaskan diri darinya. Dengan teknologi digital, ruang-ruang dalam hidup manusia seakan menjadi satu karena kehilangan batasnya. Orang bisa menyelesaikan pekerjaannya atau berelasi dengan orang lain dalam komunikasi digital di berbagai tempat dan di setiap waktu.

Hilangnya batas pada ruang-ruang hidup manusia di satu sisi membuat manusia menjadi mahluk yang paling efisien di muka bumi ini. Dia pun dapat memproduksi banyak hal dengan volume yang  tinggi. Akan tetapi, situasi ini seringkali membuat manusia untuk terus berlari tanpa mengambil waktu untuk berhenti. Banyak yang sudah lupa kapan terakhir diam dan melihat lebih dalam semua pengalaman dalam hidupnya. Akibatnya banyak orang yang kelelahan dan mengalami kekosongan karena tidak pernah belajar memaknai. Kekosongan makna ini mendorong banyak tekanan psikologis bahkan sampai muncul dalam perilaku melukai diri dan bunuh diri. Di tengah situasi ini, tawaran untuk hening bagaikan oase di padang gurun tandus yang layak dipertimbangkan.

Keheningan sebenarnya tidak hanya ditemui dalam agama Hindu saja. Meskipun menyebutnya dengan istilah yang berbeda-beda, agama-agama yang lain juga memandang penting aspek keheningan dan menjadikannya sebagai salah satu cara meningkatkan kualitas hidup para pengikutnya. Keheningan sendiri memiliki makna yang luas. Keheningan tidak hanya sekedar tidak berbicara atau melakukan sesuatu. Keheningan berarti masuk lebih dalam ke diri sendiri. Dengan demikian, kita dapat melihat siapakah diri kita sesungguhnya, apa arti semua hal yang telah kita lakukan, dan ke mana seharusnya kita harus menuju. John Dewey, seorang ahli di bidang psikologi dan pendidikan, mengungkapkan bahwa pengalaman saja tidaklah cukup bermanfaat pada seseorang jika tidak diikuti oleh kemampuan untuk melihat secara kritis dan kemudian menyusun rangkaian makna dari pengalaman tersebut (“The Importance of Silence in a Noisy World,” n.d.). Keheningan secara umum akan membawa orang pada refleksi diri.

Bagi umat Hindu sendiri, perayaan Nyepi memiliki makna yang mendalam. Merayakan Nyepi berarti menyucikan jiwa (Winarti, 2012). Jiwa yang dalam kehidupan sehari-hari dibisingkan oleh hiruk pikuk dunia dikembalikan kepada kesuciannya. Selain itu, Nyepi sebenarnya juga memiliki makna sosial. Nyepi juga dimaknai sebagai saat memperkuat diri menghadapi hiruk pikuk dunia yang seringkali terasa kejam dan membangun kembali ikatan dengan lingkungan sosial khususnya keluarga  (Sertori, 2011)

Orangtua, apa pun agamanya, baik jika mulai memperkenalkan dan membiasakan keheningan pada anak termasuk ketika anak memasuki usia remaja. Memasuki usia remaja adalah saat seseorang berusaha menemukan identitas dirinya yang khas. Di saat seperti itu, seorang remaja membutuhkan saat-saat hening untuk melihat kembali atau merefleksikan berbagai pengalamannya. Tanpa adanya kesempatan untuk hening, para remaja mungkin saja menemukan identitas yang seakan-akan adalah identitas dirinya padahal sebenarnya hanyalah identitas semu. Identitas semu tersebut dapat saja muncul karena “indoktrinasi” dari luar. Misalnya saja berbagai iklan dari media atau pengaruh dari lingkungan sekitar yang kurang dapat dipertanggungjawabkan. Deras dan mudahnya kita menerima informasi tanpa adanya filter yang memadai dapat membuat para remaja meyakini sesuatu yang mungkin saja tidak menguntungkan untuk perkembangan dirinya.

Sebaliknya melepaskan diri dari dunia yang bising akan menolong remaja membangun kemampuan untuk berefleksi dan bertumbuh (“The Importance of Silence in a Noisy World,” n.d.). Dengan adanya waktu hening untuk melakukan proses refleksi dan tilik diri, para remaja akan dapat menemukan siapakah sesungguhnya dirinya. Selain itu mereka dapat menentukan secara lebih bertanggung jawab mengenai relasi macam apakah yang mereka inginkan, dan apa nilai serta keyakinan mengenai kehidupan yang semestinya mereka pegang.

 

Yohanes Heri Widodo, M.Psi, Psikolog

Dosen Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Pemiliki Taman Bermain dan Belajar Kerang Mutiara, Yogyakarta

 

Referensi

Sertori, T. (2011, March 21). FEATURE: Pearls from the grit of poverty. McClatchy - Tribune Business News. Washington, United States. Retrieved fromhttp://search.proquest.com.ezproxy. ugm.ac.id /docview/857936289/3C711E59DB794527PQ/64?accountid=13771

The Importance of Silence in a Noisy World. (n.d.). Retrieved March 22, 2015, from http://www.psychologytoday.com/blog/the-moment-youth/201312/the-importance-silence-in-noisy-world

Winarti, A. (2012, March 22). Purifying the soul. McClatchy - Tribune Business News. Washington, United States. Retrieved from http://search.proquest.com.ezproxy.ugm.ac.id/docview/ 929586622/3C711E59DB794527PQ/62?accountid=13771

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya