Kerja Keras dr. Ben Mboi Semasa Hidupnya yang Patut Dikenang

Brigjen. (Purn). Dr Aloysius Benedictus Mboi, M.P.H yang dikenal sebagai dokter pejuang meninggal dunia akibat komplikasi penyakit

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 23 Jun 2015, 11:49 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2015, 11:49 WIB
Suami Mantan Menkes Nafsiah Mboi Meninggal Dunia
Mantan Gubernur NTT Aloysius Benedictus Mboi (tengah) menerima ucapan selamat dari presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) pada acara pelantikan istrinya Nafsiah Mboi menjadi Menteri Kesehatan di Istana Negara. (Antara/Widodo S. Jusuf)

Liputan6.com, Jakarta - Kabar duka menghampiri dunia kesehatan. Brigjen. (Purn). dr. Aloysius Benedictus Mboi, M.P.H yang dikenal sebagai dokter pejuang meninggal dunia akibat komplikasi penyakit, Selasa (23/6/2015) pukul 00:05 WIB.

Dalam pesan singkat yang diterima Health Liputan6.com, mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) 1978-1988 ini mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta. Rencananya jenazah dr Ben Mboi akan disemayamkan di rumah duka Jl. KH. Muhasyim VII Nomor 37, Cilandak, Jakarta Selatan.

Ben Mboi dikenal sebagai sosok pembawa perubahan. Sewaktu menjabat sebagai Gubernur NTT selama 1 dekade, Ben mampu menyulap daerah padang rumput yang gersang dan berbatu menjadi hutan lamtoro. "Lewat slogan Operasi Nusa Hijau, Ben Mboi mendorong reboisasi dan mengajak masyarakat memelihara kesuburan tanah dengan menanam lamtoro," kata Kepala Sekolah SD Gunung di Desa Alila di Alor dikutip dari situs NTT Academia.org.

Demi menghijaukan wilayah tersebut, Ben Mboi mendistribusikan langsung benih lamtoro dari atas Pulau Alor menggunakan pesawat terbang.

Terlahir dari keluarga berada tak membuat dr. Ben Mboi kecil cuma senang-senang saja semasa kecilnya. Dia dilatih dengan disiplin tinggi. Karena itu, meski sekolah dia tetap harus menjual makanan dari rumah ke rumah. Ini salah satu gemblengan ayahnya Mathias Mboi (ayah) dan Yohanna (ibu) yang membuatnya menjadi pria yang selalu bekerja keras.

Tak hanya itu, usai menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Katolik Belanda pada 1942-1949, Ben harus menerima kenyataan pahit. Sang ayah pergi untuk selama-lamanya pada 1949, di mana pada tahun yang sama dr. Ben harus melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP di Kupang, Timor Barat.

Selepas SMP di Kupang, Yohanna mengirim dr Ben untuk bersekolah di SMA yang ada di Malang. Meski single parent, sang ibu gigih berjuang agar anak-anaknya tak putus sekolah. Dari Malang, Ben Mboi melanjutkan sekolah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Memasuki tahun kedua, seluruh biaya Ben dibiayi Pemerintah Daerah di Ruteng.

Enam tahun kemudian, mantan ketua Perhimpunan Mahasiswa Kedokteran FKUI ini dikirim ke pusat militer dan menjadi dokter militer. Pada 1962, Ben mendarat menggunakan parasut di hutan belantara Papua Selatan di bawah Komandan Benny Moerdani. Berkat kinerja yang bagus, Letnan dokter Mboi dipromosikan menjadi Kapten. Ben pun mencatatkan dirinya sebagai satu-satunya dokter dalam operasi tersebut.

Dari situs itu juga diketahui, sewaktu bertugas, dr. Ben tengah menjalin hubungan bersama Nafsiah Mboi. Meski mengalami hubungan yang naik turun dan mengalami putus-sambung sejak 1958, Ben memberanikan diri mengajak sang pujaan hati ke pelaminan selepas Nafsiah Mboi menamatkan pendidikannya pada 1964.

Resmi menjadi sepasang suami-istri, keduanya dikirim ke Ende, Flores sebagai dokter. Nafsiah Mboi mengelola rumah sakit lokal berkapasitas 100 tempat tidur dan melayani 30 sampai 50 pasien sehari. Dokter Ben berjalan jauh dari satu desa ke desa lain untuk menyembuhkan penduduk yang sakit. Termasuk mendirikan klinik-klinik desa yang dikelola oleh perawat-perawat dan bidan.

Bagi dr. Ben, apa yang dilakukan itu merupakan sebuah pengabdian untuk memenuhi janjinya sebagai dokter bagi Flores. 

Baik Ben maupun Nafsiah, selalu memiliki cara mengatasi keuangan dari klinik-klinik yang mereka bangun tersebut. Ben memperkenalkan sistem program pra-bayar di tiap klinik dengan dukungan tahunan dalam bentuk komoditas yang sulit rusak seperti kacang dan jagung dsb. Cara ini kemudian menjadi asuransi kesehatan pedesaan yang mungkin pertama di Indonesia.

Pendekatan dr. Ben pada NTT bisa dikatakan sebagai pendekatan seorang dokter dengan sejumlah proses sistematis seperti mendekati tiap penyakit atau pasien dengan mempelajari sejarah penyakitnya, membuat diagnosa, formulasi terapi, dan membuat prognosis (prediksi dari kemungkinan perawatan, durasi dan hasil akhir dari suatu penyakit berdasarkan pengetahuan umum dari patogenesis dan kehadiran faktor risiko penyakit. Prognosis muncul setelah diagnosis dibuat dan sebelum rencana perawatan dilakukan.

Salah satu program dr Ben yang dianggap berhasil adalah peningkatan dan rasionalisasi administrasi lokal melalui program Benah Desa. Benah Desa merupakan sebuah inovasi dini dalam konteks Indonesia yang kemudian banyak dipuji dan ditiru, karena Bina Desa memperkuat kelembagaan demokarsai lokal di tingkat desa dan berfungsi menjernihkan informasi terkait prosedur alokasi dan pengelolaan lahan pertanian.

Kini, sang dokter telah pergi untuk selama-lamanya. Tidak sedikit hasil kerja keras yang ditinggalkannya untuk masyarakat Indonesia, terlebih masyarakat Flores.

Jika tak ada halangan, penerima penghargaan kategori Life Time Achievement dari Forum Academia Award NTT (FAN) 2012 akan dikebumikan pada Kamis (25/6/2015) di Taman Makan Pahlawan (TMP) Kalibata.

Selamat jalan, pejuang!

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya