Liputan6.com, London - Seorang wanita sehat jasmani berusia 24 tahun asal Belgia selalu dibayangi pikiran untuk bunuh diri. Ia pun meminta dokter untuk memberinya suntikan mati atau euthanasia. Setelah menjalani pemeriksaan, dokter memberikan lampu hijau untuk memberikan euthanasia pada wanita muda ini.
Wanita yang dikenal dengan nama fiktif Laura ini berbicara kepada koran setempat, De Morgen, tentang keputusannya. Laura merasa sejak kecil ia merasa harus meninggal. "Kehidupan, itu bukan untuk saya," ungkapnya,
Baca Juga
Kehadiran Laura di dunia tidak direncanakan oleh ayah ibunya, hingga membuatnya tinggal bersama kakek dan nenek. Ia mengakui bila kakek neneknya memberikan keamanan dan kedamaian, namun ia tidak merasa itu cukup. Kondisinya ini membuatnya sejak usia 21 tahun menjadi pasien rumah sakit jiwa.
Advertisement
"Saya tahu masa kecil memberi kontribusi terhadap keinginan ini, namun saya yakin ingin mati meski dibesarkan pada keluarga tenang dan stabil," ungkapnya seperti dikutip laman Daily Mail, Senin (29/6/2015).
Ia pun telah merencanakan proses pemakaman namun ia tahu hal ini pasti jadi masa sulit bagi kakek, nenek, dan ibunya. Sejak tahun 2003, Belgia menjadi negara kedua setelah Belanda yang melegalkan euthanasia. Selama satu dekade terakhir, jumlah orang yang disuntik mati jumlahnya merangkak naik. Pada tahun 2011 terjadai 1.133 kematian dengan suntik mati, lalu di tahun 2012 menjadi 1.432 kasus.
Sayangya, beberapa laporan menyatakan beberapa pasien disuntik mati tanpa izin mereka. Sebuah laporan akademik menemukan sektia satu dari setiap kematian di bawah penanganan dokter umum tidak mendapatkan izin dari pasien.
Lalu, sangat sering dokter tidak memberitahu keluarga rencana suntik mati karena menganggap hal tersebut adalah keputusan medis seperti diungkapkan dalam Journal of Medical Ethics. Laporan ini menimbulkan pertanyaan baru akan regulasi euthanasia di Belgia.
"Kala dokter mengakhiri hidup pasiena tanpa indikasi yang jelas hal ini sangat menghawatirkan," terang penulis laporan Profesor Raphael Cohen-Almagor dari Hull University, Inggris.
Â