Liputan6.com, Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) sedang melakukan penelitian resistensi insektisida di beberapa daerah di Indonesia, seperti Gorontalo dan Padang.
Namun saat melakukan uji resistensi ke rumah penduduk, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Prof dr Tjandra Yoga Aditama justru menemukan adanya jentik nyamuk pada kaleng, panci, ember kecil yang dipakai merendam bongkahan batu akik.
Baca Juga
"Di sebagian besar rendaman batu akik ini, peneliti kami menemukan jentik nyamuk Aedes aegypti yang dapat menularkan virus Dengue dan menyebabkan penyakit DBD," katanya melalui keterangan pers yang diterima Liputan6.com, Jumat (3/7/2015).
Advertisement
Menurut Tjandra, saat ini peminat batu akik praktis meluas di Indonesia, baik yang membeli batu yang sudah diasah jadi cincin ataupun masih dalam bentuk bongkahan batu yang belum diasah. Hanya saja, dia mengingatkan untuk tidak merendam bongkahan batu akik dalam air selama berhari-hari tanpa diganti airnya.
"Jentik nyamuk ditemukan hidup pada rendaman batu akik. Jadi, kalau toh akan merendam batu akik (konon agar terlihat 'urat'nya), maka air rendamannya harus diganti setiap hari, atau dua kali sehari lebih bagus lagi. Jangan sampai demam batu akik kemudian malah menjadi penyebab terjadinya DBD," tegasnya.
Selain itu, tim peneliti juga masih menemukan sekitar 30 - 50 persen rumah yang memiliki jentik nyamuk dan berisiko Demam Berdarah Dengue (DBD). "Harusnya, paling banyak hanya 10 persen rumah disuatu daerah yang ada jentiknya, tentunya idealnya harusnya 0 persen."
"Cukup sering tim peneliti kami menemukan jentik nyamuk di bawah tempat meletakkan gelas di dipenser. Nampaknya air-air yang turun dari keran dispenser sebagian jatuh ke bawah alas itu, didiamkan disitu oleh pemiliknya, dan tumbuhlah jentik nyamuk Aedes penular DBD," katanya.
Dari pembicaraan tim peneliti dengan pemilik rumah cukup banyak dari mereka yang sudah mengosongkan bak secara berkala. Namun yang kerap dilupakan adalah dinding bak yang menjadi tempat bertelurnya nyamuk, dan bila bak diisi air maka telur akan menetas dan jadi nyamuk kembali. Artinya, tidak cukup hanya mengosongkan bak, tapi dinding bak harus disikat, supaya telur nyamuk hilang
Balitbangkes akan mengumpulkan minimal 244.800 jentik nyamuk untuk seluruh propinsi di Indonesia. Lalu di beberapa Laboratorium Balitbangkes di beberapa kota di Indonesia akan dikembang biakkan jentik menjadi nyamuk dewasa sampai turunan pertama. Diperkirakan akan menjadi 12.240.000 telur nyamuk.
Selanjutnya, bila diperlukan, nyamuk akan dikembang biakkan untuk turunan ke dua, sehingga beberapa Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan memiliki total sekitar 600 juta telur nyamuk untuk penelitian.
"Seluruh laboratorium kami sudah memenuhi persyaratan sebagai insektarium untuk pemeliharaan nyamuk. Sebagian nyamuk dan jentik ini kemudian akan diuji kepekaannya terhadap lima jenis insektida yang biasa digunakan di Indonesia. Dengan hasil ini kita akan dapatkan insektisida mana yang esisten, artinya jangan digunakan lagi untuk pengendalian nyamuk di negara kita. Hasil akhir akan didapat pada akhir 2015 ini," pungkasnya.