Tak Semua Obat Lupus Ditanggung BPJS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hanya menanggung sebagian kecil obat lupus.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 30 Sep 2015, 20:30 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2015, 20:30 WIB
Peringatan Hari Lupus Warnai Car Free Day
Sejumlah wanita melakukan kampanye Hari Lupus yang diperingati pada 10 Mei 2015 pada Car Free Day di Bunderan HI, Jakarta, Minggu (10/5/2015). Kampanye ini mensosialisasikan kepada masyarakat tentang penyakit lupus. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hanya menanggung sebagian kecil obat lupus. Tak seperti penyakit kronis lain seperti diabetes, darah tinggi, atau kanker, orang dengan lupus (Odapus) harus menanggung biaya besar meski telah menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Begitu disampaikan Ketua Yayasan Lupus Indonesia, Tiara Savitri saat ditemui Liputan6.com di lantai dua, RS Kramat 128, Jakarta, Rabu (30/9/2015).

"BPJS bagus, saya yakin tujuannya tercapai untuk membantu beberapa masyarakat golongan ekonomi bawah. Tapi bicara kasus tertentu seperti lupus, penyakit ini hanya ditanggung sebatas standar pengobatan. Padahal, hampir semua orang mungkin paham, penyakit ini multiorgan atau menyerang organ lain yang kita tidak pernah tahu," katanya.

Tiara menyontohkan, untuk obat seperti mikofenolat misalnya, walaupun bukan obat rutin tapi obat ini tidak masuk dalam Indonesia Case Base Groups (INACBGS's), sistem rumah sakit yang menggolongkan suatu penyakit atau obat tertentu ke BPJS.

"Mikofenolat telah digunakan di seluruh dunia untuk menekan efek samping steroid, biasanya obat ini diberikan pada odapus yang mengalami kebocoran ginjal. Di pasaran, obat ini harganya Rp 30 ribu dan odapus minum ini minimal 4 kali sehari," ujarnya.

Selain itu, kata dia, serum albumin untuk mengatasi gangguan protein pada odapus juga dibatasi BPJS. Padahal, obat ini diminum lima kali sehari bila diperlukan, juga untuk kebocoran ginjal.

"Di Indonesia kebocoran ginjal paling tinggi. Satu botol albumin harganya Rp 2,7 juta. Banyak odapus yang menghabiskan ratusan botol. Ini bagaimana, mereka kan juga memiliki hak sebagai peserta BPJS," katanya.

Tiara menambahkan, saat ini odapus di Indonesia mencapai 16.000 orang. Dan untuk mendapat pelayanan menggunakan BPJS, mereka harus meminta rujukan dari Puskesmas. Sayangnya, sejumlah Fasilitas Kesehatan Primer seperti Puskesmas atau klinik masih kurang informasi mengenai penyakit ini sehingga proses perjalanan penyakit membuat odapus datang ke rumah sakit dengan diagnosa terlambat.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya