Liputan6.com, Jakarta Dewasa ini, makanan cepat saji menjadi semakin populer di kalangan anak-anak. Terlebih lagi, banyaknya makanan tidak sehat yang tersedia di sekeliling mereka membuat potensi terserang penyakit menjadi lebih tinggi namun selalu diabaikan begitu saja.
Pasalnya, banyak dari mereka mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Menurut Centers For Disease Control and Prevention (CDC), saat ini obesitas meningkat dua kali lipat pada anak-anak dan empat kali lipat pada remaja dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini.
Pada usia-usia tertentu, umumnya anak akan menjadi lebih sensitif menanggapi obrolan seputar berat badannya. Lantas, bagaimana cara berbicara yang tepat dengan anak penderita obesitas atau yang belum bisa mencerminkan gaya hidup sehat?
Advertisement
“Sebelum melakukan percakapan dengan anak mengenai beratnya, penting bagi para orangtua untuk melihat fakta-fakta medis,” ujar seorang direktur di American Academy of Pediatrics Institute for Healthy Childhood Weight, Dr. Sandra Hassink kepada Time, Rabu (28/9/2016).
Cara tepat berbicara pada anak seputar berat badan berbeda untuk setiap umur. Berikut untuk lebih jelasnya.
1. Usia anak sekolah dasar
“Tindakan lebih penting daripada percakapan dan hal ini dapat membantu,” Sandra menjelaskan.
Caranya, letakkan makanan-makanan yang kurang sehat di tempat-tempat yang sulit dijangkau dan sulit dilihat oleh anak-anak.
Usia mereka yang masih tergolong sangat muda membuatnya acuh tak acuh ketika diajak berbicara atau diberikan himbauan. Pengertian minimnya mengharuskan orangtua untuk mengajarkan mereka melalui sebuah aksi.
Oleh karena itu, menyembunyikan makanan tidak sehat tersebut adalah jalan terbaik untuk mencegah mereka dari upaya menyantapnya.
Selain itu, anak-anak usia sekolah dasar pada umumnya gemar mencontoh apa pun yang dilakukan orangtua atau sosok yang selalu berada di sekitarnya. Mengetahui fakta ini, orangtua disarankan agar memberikan contoh yang baik khususnya soal makanan dan minuman sehat yang patut dikonsumsi.
“Anak-anak adalah pengamat yang baik. Mereka akan menangkap apa yang Anda lakukan, tidak peduli apa yang Anda katakan. Jadi, orangtua harus mencontohkan mereka dengan mengonsumsi berbagai makanan sehat dan jumlahnya yang tepat, dan bukan junk food,” tambahnya.
2. Usia SMP
Di kisaran usia ini, anak umumnya tengah mengalami perubahan tubuh yang berpotensi membuatnya lebih sensitif.
“Saya tidak pernah membiarkan siapapun memberikan komentar pada bentuk dan ukuran tubuh. Kita semua berbeda, dan kita semua tumbuh secara berbeda,” kata Sandra, menjelaskan apa yang ada di pikirannya saat menduduki bangku SMP.
Namun menurutnya, orangtua bisa mulai melibatkan diri mereka dalam proses pembentukan pola makan dan hidup sehat pada anak. Jangan pernah bosan menanyakan sang anak soal keluhannya tentang masalah kesehatan yang mungkin dimiliki atau dirasakan. Kemudian, jangan lupa ajak anak mengobrol soal ada atau tidaknya teman-teman di sekolah yang menindasnya karena memiliki berat badan atau bentuk tubuh yang terlihat berbeda dari murid lainnya.
“Seluruh anggota keluarga harus bekerjasama agar bisa sehat semua,” tuturnya.
3. Usia SMA
“Di usia ini, orangtua dapat mulai berpikir untuk mendidik kesehatan anak-anaknya dengan pengetahuan lebih dalam seperti, riwayat kesehatan keluarga dan lainnya,” Sandra menerangkan.
"Orangtua juga bisa mencoba mengajak anak menyusun strategi bersama mengenai cara untuk membuat pilihan yang baik soal gaya hidup terutama lewat jenis asupan makanan dan minuman mereka sehari-hari. Contohnya, mulai dari memilih cemilan sehat hingga memilih untuk aktif bergerak daripada hanya duduk-duduk saja sambil menonton TV,” lanjutnya.