Liputan6.com, Jakarta Fitofarmaka atau obat herbal yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah melalui uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta telah di standarisasi asli Indonesia tak kalah sebenarnya dengan obat kimia lain.Â
Direktur Dexa Laboratories Bimolecular Sciences PT Dexa Medica Raymond Tjandrawinata mengatakan, saat ini di Indonesia ada delapan fitofarmaka yang potensinya sama dengan obat kimia. Bahkan obat herbal ini bisa dikatakan tidak memiliki efek samping asalkan sesuai petunjuk.
Baca Juga
Raymond menerangkan, perbedaan jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT) dan fitofarmaka. Menurutnya, jamu itu herbal yang digunakan turun temurun, hanya berdasarkan pengalaman namun aman untuk penggunaan tertentu dan tidak ada standarisasi. Sedangkan OHT telah distandarisasi mutunya.Â
Advertisement
Fitofarmaka merupakan obat herbal yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah melalui uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah distandarisasi asli Indonesia.Â
"Fitofarmaka ini yang agak rumit prosesnya karena melalui uji coba manusia. Risikonya kegagalannya tinggi karena hasilnya dapat mengurangi efikasi dibanding plasebo. Jadi bila para scientist kita berhasil, maka hasilnya sama efektifnya dengan obat kimia," ujarnya, saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Namun disayangkan, fitofarmaka asli Indonesia belum banyak dikenal di negeri sendiri. Dan lagi, belum ada satupun fitofarmaka yang masuk ke dalam Formularium Nasional (Fornas) yang masuk ke dalam daftar obat ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Tidak ada satupun obat herbal ditanggung. Padahal, pemerintah sangat ingin mengurangi importasi bahan baku obat," kata Raymond.
Raymond mengatakan, fitofarmaka Indonesia telah diekspor ke Amerika, Kanada, Asean dan diharapkan masuk Eropa dalam waktu dekat. Dan semua hasil penelitiannya juga digunakan sebagai bukti kalau obat Indonesia tak kalah dengan negara lain.
"Kita berharap, masyarakat Indonesia bisa mendapatkan pengobatan dari bahan baku sendiri karena pasien luar negeri juga sudah pakai, Filiphina, Kamboja dan negara ASEAN lain," katanya.
Dengan menggunakan obat dari bahan baku dalam negeri, Raymon juga berharap bisa menekan harga obat yang tinggi. "Sebab fitofarmaka didesain untuk mengobati sakit (anti-inflammatory), tak seperti jamu atau obat herbal yang sifatnya promotif preventif (pencegahan)," pungkasnya.
Â