Liputan6.com, Jakarta Menarik waktu ke belakang, 2006 menjadi tahun yang kelam buat penduduk Yogyakarta. Kota dengan julukan terbanyak itu dilanda gempa berkekuatan 5,9 skala Richter, dengan guncangan yang terasa selama 57 detik, pada 27 Mei 2006. Gempa bumi yang mengakibatkan Candi Prambanan mengalami kerusakan cukup parah terjadi pukul 05:55:03 WIB.
Duka menyelimuti warga Yogyakarta. Banyak dari mereka yang tidak hanya kehilangan orang tercinta, tapi juga kediaman yang sudah rata dengan tanah.
Baca Juga
Namun, selalu ada "hal manis" di balik sebuah kejadian. Gempa bumi menjadi momentum bagi Andjar Bhawono memantapkan hatinya bahwa dia tidak salah telah memilih bedah ortopedi untuk jenjang karier di kemudian hari.
Advertisement
Andjar menyebut gempa bumi Yogyakarta 2006 sebagai tragedi ortopedi terbesar nasional. Andjar yang kala itu menempuh pendidikan bedah dasar di Rumah Sakit Umum Pemerintah dr. Sardjito harus ikut terlibat mengoperasi korban yang jumlahnya mencapai 6.000 jiwa selama hampir dua bulan.
"Setiap harinya kita memulai operasi pukul 08.00 pagi dan selesai operasi pukul 04.00 pagi. Itu setiap hari selama hampir dua bulan. Itu saja belum selesai, karena saya harus pindah ke Aceh untuk melanjutkan rotasi pendidikan saya," kata Andjar.
Andjar mengaku bersyukur telah "banting setir" dari yang semula ingin jadi pemusik, justru memilih untuk kuliah kedokteran. Dengan ilmu yang dipelajarinya itu, Andjar merasa 'lebih berguna' sebagai manusia, karena dapat menerapkan semua yang dia dapat ke banyak orang.
Meski belum pernah menerapkan ilmu tersebut ke orangtua tercinta, setidaknya sudah pernah ke diri eyang tersayang.
"Pada saat itu beliau operasi Hip replacement (ganti bonggol) di pinggul, saya ikut jadi asisten," kata Andjar menambahkan.
Semula Andjar Bhawono Ingin Jadi Pemusik
Ya, Andjar muda pernah bercita-cita menjadi seorang pemusik. Main dari panggung ke panggung dan mengikuti banyak kontes, baik tingkat kota, provinsi, maupun nasional adalah makanan sehari-hari.
Kegiatan itu Andjar lakukan dengan senang hati. Selain hobi, tak ada paksaan dari orangtua supaya Andjar mengikuti jejak sang ayah. "Ayah saya kebetulan profesor anak, dokter anak, di Yogya," kata dia.
Namun, pertanyaan sederhana yang keluar dari mulut sang ayah pada suatu siang beberapa tahun yang lalu, pada akhirnya membawa Andjar mampu berdiri tegak di titik ini.
"Siang itu saya cuma ditanya, 'Tolong sebutkan lima pemusik yang sampai seumuran papa masih berkarya dan penghasilannya hebat'. Saya bilang, Rhoma Irama dan Achmad Albar. Sudah dua orang doang, dan saya tidak punya contoh lain," kata Andjar.
Kemudian, sang ayah kembali memancing Andjar muda dengan pertanyaan 'Coba sekarang kamu sebutkan siapa saja dokter yang masih berkarier sampai seumuran ayah'. Aneh, mulut Andjar dengan mudah menjawab sejumlah nama, termasuk mereka yang sudah menyandang gelar profesor.
"Saya berhasil menyebut banyak nama, tidak hanya dua nama saja," kata Andjar.
Andjar yang tim Health Liputan6.com temui di ruang kerjanya di CORC Lantai 5 Rumah Sakit MMC Kuningan, Jakarta Selatan, tidak sungkan membagi kisah hidupnya terdahulu.
Pertanyaan sederhana dari sang ayah membuat Andjar mantap menempuh pendidikan dokter. Dalam perjalanannya, sang ayah cuma berpesan supaya langkah anak laki-lakinya itu tidak berhenti sampai di dokter umum saja. Harus jadi spesialis. Andjar dibebaskan buat memilih, termasuk spesialis anak, barangkali dia mau.
"Saya tidak mau mengikuti jejak ayah saya menjadi spesialis anak. Kita tahulah, kalau anaknya somebody berada di tempat yang sama, jalannya bakal enak banget. Nah, justru saya tidak mau yang seperti itu," kata Andjar.
Andjar semula memilih spesialis kandungan. Namun, semua berubah begitu Andjar tahu bahwa yang ingin ke jalur yang sama dengannya sangatlah banyak.
"Ternyata waktu saya daftar (spesialis kandungan), kayak cuma pindah kelas. Kawan-kawan saya di dokter umum, ada 20 orang yang mau jadi dokter kandungan. Masa satu angkatan sama semua? Malas saya," kata Andjar.
Selama masa-masa galau, Andjar dipertemukan dengan banyak orang yang membantu dia menentukan pilihannya. Mulai dari guru sampai murid sang ayah yang memberikan sudut pandang lain tentang ortopedi.
"Dari situlah saya terbuka. Ditambah pula ada senior saya, kebetulan dia murid ayah saya, yang menceritakan hal-hal menarik di spesialis ortopedi," kata Andjar menambahkan.
Advertisement
Andjar Bhawono Sukses Jadi Spesialis Ortopedi
Pendidikan spesialis bedah ortopedi dan traumatologi Andjar tempuh selama dua tahun di Universitas Indonesia. Setelah mengabdi di sejumlah rumah sakit sejak 2007 sampai 2009, Andjar Bhawono kemudian melanjutkan pendidikan terkait ortopedi di Malang, Jawa Timur; Kuala Lumpur, Malaysia; Jakarta; Jogjakarta; bahkan sampai Washington, USA.
Baginya, sensasi bergelut di bidang ortopedi karena dia dituntut buat memperbaiki pilar dari seorang manusia, yaitu tulang. Pada praktiknya, tindakan bedah ortopedi yang dilakukannya dapat mengubah nasib pasiennya tanpa perlu "menunggu lama".
"Kalau dokter anak, kasih obat hari ini, besok belum tentu sembuh. Perlu waktu berhari-hari. Kalau ortopedi, hari ini kecelakaan, kaki berantakan saya operasi, besok paginya kakinya sudah berubah bentuk. Ini yang membuat saya senang dengan bedah ortopedi. Ada efek yang langsung kelihatan yang bisa dirasakan pasien," kata Andjar.
Beruntung, sang ayah masih sempat melihat Andjar sukses menjadi dokter bedah ortopedi.
Semula Hobi Bermusik, Kini Hobi Otomotif
Musik masih menjadi hobinya. Namun, dia butuh hobi yang lain untuk dijadikan obat penghilang stres. Dan, Andjar Bhawono pun memilih menekuni hobi moge (motor gede).
"Mungkin pernah dengar 'banyak teman banyak rezeki'. Itu yang saya rasakan saat menekuni hobi ini. Bukan karena terlihat kerennya," kata Andjar.
Hobi ini bermula dari kakak kelasnya yang terlebih dulu bermain motor besar. Waktu itu dia beritahu bahwa enaknya menekuni "hobi mahal" ini karena akan memiliki banyak teman, sekaligus menambah jaringan.
Itu yang dirasakan Andjar Bhawono saat mulai bermoge. "FYI (for your information), 10 sampai 15 persen pasien saya dari anak motor. Jadi, ketika ada atau mengalami kecelakaan di mana saja, tidak sungkan buat menghubungi saya. Biarpun dihubungi pukul 02.00 pagi, saya tetap mengarahkan mereka harus ke mana," kata Andjar.
Setiap bulan touring motor gede dilakukan. Namun, tidak semuanya Andjar ikuti. Dari hobinya ini dia sudah bertemu banyak orang dari Sabang sampai Dili. Dan, dari hobi ini juga Andjar jadi tahu bahwa Indonesia adalah negara yang sangat besar.
Biodata
Nama: Andjar Bhawono SpOT
Tempat dan Tanggal Lahir: Yogyakarta, 9 Februari 1974
Hobi: Otomotif dan Musik
Pendidikan;
Sekolah Dasar
(1981-1983) Prince Philips Public School, Hamilton, Ontario, Canada
(1983-1986) University Heights Elementary School, London, Ontario, Canada
(1986) SD Marsudirini, Jogjakarta
Sekolah Menengah Pertama
(1986-1989) SMPN 14 Jogjakarta
Sekolah Menengah Atas
(1989-1992) SMAN 3 Padmanaba Jogjakarta
Universitas
(1992-1999) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta
(2001-2003) Bedah Dasar FK UGM/ RSUP dr. Sardjito, Jogjakarta
(2004-2006) Pendidikan Spesialis Bedah Ortopedi dan Traumatologi, Universitas Indonesia, Jakarta
Pendidikan Lainnya
2010 Basic Arthroscopy, Malang, Jawa Timur, Indonesia
2011 Basic Arthroplasty, Kuala Lumpur, Malaysia
2011 Basic Athroplasty, Jakarta, Indonesia
2012 Basic Workshop Course in Spine Surgery, Jakarta, Indonesia
2013 AAOS-IOA Training Course, Jogjakarta, Indonesia
2014 Advanced Training Course in Joint Replacement, Halberstadt, Germany
2015 Advanced Revisions of the Joints, Budapest, Hungary
2016 Joint Revisions, Washington, USA
Riwayat Kerja
(2007 - 2009) RS Bhakti Yudha, Depok, Jawa Barat
(2007 - 2008) RS Hasanah Graha Afiah, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat
(2008 - 2009) RS Graha Permata Ibu, Depok, Jawa Barat
(2007 - 2014) RS Aminah, Ciledug, Tangerang, Banten
(2009 - sekarang) RS Puri Cinere, Cinere, Jakarta Selatan
(2009 - sekarang) RS MMC, Kuningan, Jakarta Selatan
Advertisement