IDI: Indonesia Krisis Dokter di Layanan Primer

Indonesia sangat membutuhkan tenaga dokter di pusat layanan primer, seperti klinik dan Puskesmas.

oleh Nilam Suri diperbarui 12 Sep 2017, 07:00 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2017, 07:00 WIB
20161024-Dokter-Demo-Jakarta-FF
Indonesia sangat membutuhkan tenaga dokter di pusat layanan primer, seperti klinik dan Puskesmas.

Liputan6.com, Jakarta Fakta, pendidikan kedokteran di Indonesia sangat mahal. Baik itu pendidikan dokter umum, apalagi dokter spesialis. Dan baru-baru ini, muncul lagi wacana program studi baru, dokter layanan primer.

Kurikulum dokter layanan primer sendiri masih belum disepakati. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) masih terus berupaya menyelesaikan beberapa hal yang menjadi permasalahan kurikulum prodi baru ini.

Mengeyampingkan prodi baru dokter layanan primer, pendidikan dokter yang sudah ada saja sudah sangat berat. Sedangkan kualitas fakultas kedokteran di Indonesia juga belum terstandarisasi, masih ada fakultas kedokteran dengan akreditasi C. Implikasinya, lulusan dokter pun kualitasnya berbeda-beda.

Pendidikan dokter di Indonesia juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Belum lagi semua mahasiswa kedokteran juga harus menjalankan internship selama 1 tahun sebelum bisa jadi dokter. Kalau harus mengikuti pendidikan lagi sebagai dokter layanan primer, pendidikan mereka masih harus ditambah 1 tahun lagi.

Dalam Media Briefing di Sekretariat PB IDI, ditulis Selasa (11/9/2017), Ketua Umum PB IDI, Prof. DR. Dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG (K), mengatakan, saat ini Indonesia krisis dokter di layanan primer (puskesmas, klinik, dan sejenisnya). Banyak pelayanan kesehatan primer tidak memiliki dokter dan banyak daerah yang tidak ada pelayanan kesehatan atau jauh dari pelayanan kesehatan.

PB IDI menyatakan, hal ini dipengaruhi beberapa faktor. Mulai dari mahalnya biaya pendidikan kedokteran yang mahal, sampai tidak ada peran negara pada pada saat pendidikan kedokteran, jika memang tenaga dokter dianggap sebagai "Tenaga Strategis" oleh negara.

Sementara itu, perkembangan derajat pendidikan kesehatan rakyat Indonesia terus mengalami penurunan. Menurut World Economic Forum (WEF) pilar kesehatan dan pendidikan Indonesia menurun drastis pada tahun 2014-2016, sampai 20 poin. Kini Indonesia berada pada peringkat ke-100 dari 138 negara.

Penurunan tajam peringkat kesehatan dan pendidikan ini merupakan lampu merah, yang harus segera diantisipasi karena berkaitan langsung dengan masa depan bangsa.

 

 

Usulan PB IDI

ikatan-dokter-indonesia-130411b.jpg
Ikatan Dokter Indonesia

Berdasarkan permasalahan di atas, maka PB IDI mengusulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. IDI menghormati dan menghargai kedudukan Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi sesuai konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. IDI menghormati, menghargai dan mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor122/PUU-XII/2014 mengenai dokter layanan primer (DLP), dan sama sekali tidak pernah menolak putusan MK Nomor 122/PUU-XII/2014 aquo.

3. Sikap resmi IDI tersebutsesuai dengan Siaran Berita PB IDI tentang Menyikapi Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Uji Materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran tertanggal 10 Desember 2015.

4. IDI mengusulkan agar penambahan kompetensi pada dokter umum dilakukan melalui modul terstruktur, melalui P2KB, karena lebih cepat, kontekstual dengan kebutuhan lokal, dan lebih cost effective.

5. Pemerintah perlu memprioritaskan--dengan bantuan dari FK yang berakreditasi B dan C.

6. Menurut IDI, lebih cost effective jika pemerintah menggunakan tenaga lulusan ahli kesehatan masyarakat yang sudah tersedia lebih banyak jumlahnya untuk memperkuat fungsi promotif dan preventif, serta menaikkan anggaran untuk infrastruktur UKM.

 

Usulan PB IDI

20161024-Dokter-Demo-Jakarta-FF
Seorang dokter membawa poster saat melakukan aksi unjuk rasa di Ibu Kota hari ini, Senin (24/10). Demo itu untuk menuntut pemerintah agar membatalkan Program Dokter Layanan Primer (DLP). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

7. Pemerintah mesti memfasilitasi agar jumlah klinik dan dokter praktik yang bekerja sama dengan BPJS bisa bertambah, sehingga menjamin penyediaan fasilitas pelayanan, dan otomatis mengurangi beban Pukesmas dalam UKP, sehingga Puskesmas mampu mengejarkan UKM yang masih terabaikan.

8. IDI mengusulkan reformasi pendidikan kedokteran, melalui subsidi biaya pendidikan, rekruitmen calon dokter, proses pendidikan yang membuat dokter terbiasa bekerja di pedesaan, dan lama pendidikan yang cost effective, bukan dengan memperpanjang masa pendidikan.

9. IDI mengusulkan agar pemerintah memperbaiki sarana dan prasarana FKTP milik pemerintah dan menaikkan biaya kapitasi, sehingga kualitas pelayanan bisa lebih baik.

10. Pemerintah sebaiknya mencari solusi agar seluruh pekerja informal/mandiri/PBPU mau menjadi peserta BPJS. Pemerintah harusnya mulai berfokus pada lulusan ahli kesehatan masyarakat, dan meningkatkan anggaran UKM.

11 IDI saat ini mengajukan revisi UU 20 th2013 tentang Pendidikan Kedokteran dan sudah masuk Prolegnas. Pengajuan revisi UU No. 20 Tahun 2013 untuk mendorong perbaikan pendidikan kedokteran serta harmonisasi dengan UU 29/2004 tentang praktik kedokteran.

12. Terkait dengan UJI MATERI ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan UU Praktik Kedokteran dan UU Pendidikan Kedokteran, IDI sebagai pihak terkait selaku Organisasi Profesi Dokter satu-satunya, yang keberadaannya diakui dengan UU no 20 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, yang menjadi wadah berhimpun profesi tenaga medis dokter di seluruh Indonesia, yang secara faktual efektif menjalankan tugas, fungsi, dan wewenang sebagai organisasi profesi dokter dan diakui kiprahnya dalam mengawal mutu kompetensi profesi dokter di Indonesia serta diakui dan diterima dalam organisasi profesi dokter Internasional.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya