Liputan6.com, Jakarta
Pemuda ini tampan, gagah, sangat santun dan sederhana pembawaannya. Usianya 34 tahun. Dia meminta diterapi terkait dua aspek: jodoh dan finansial. Dua masalah ini cukup sering saya temui di ruang praktek, terutama pada akhir/awal tahun.
Di kantor dia punya jabatan, penghasilannya lumayan besar karena bekerja di perusahaan bonafide. Walaupun begitu dia sering tidak punya uang, gajinya habis tidak jelas peruntukannya. Padahal dia bukan golongan bujangan yang suka dugem, bukan pula jenis cowok metrosex yang banyak menghabiskan uang untuk penampilan. “Apa karena saya terlalu jujur di kantor? Ataukah sebaiknya saya mulai menerima uang tanda terimakasih dari rekanan biar bisa punya uang banyak?” tanyanya.
Baca Juga
Sudah begitu jodoh pun sulit dia temukan. Berkali-kali pacaran selalu putus. “Tepatnya saya selalu diputus atau ditinggal selingkuh oleh pacar-pacar saya lalu kami sepakat putus,” ungkap Priyo, sebutlah begitu namanya.
Advertisement
Setelah interviu lebih jauh untuk mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai Priyo, saya menjelaskan bahwa jodoh dan finansial itu seringkali terkait dengan program-program yang tersimpan di bawah sadar. Jadi bukan hanya emosi tertentu yang menghambat atau menghalangi, melainkan juga kepercayaan atau keyakinan tertentu yang tidak disadari.
Saya berikan contoh supaya Priyo lebih paham, tentang salah satu kasus yang sudah selesai diterapi. Sebutlah Gadis, usia 38 tahun, tak kunjung punya suami walaupun sangat cantik, tubuhnya indah, kaya, punya bisnis sendiri, dan sangat ingin punya suami. Sempat tunangan putus, setiap kali pacaran putus, sedangkan usia terus merambat naik. Padahal di Jakarta banyak laki-laki matre yang suka pada wanita kaya apalagi fisiknya menarik.
Ketika terapi ditemukan adanya program di pikiran bawah sadar bahwa dia mau seperti ibunya. “Kamu harus kayak Mama,” itu program dari sang ibu yang dia pegang sejak masih TK. Yang dipahami oleh pikiran bawah sadar Gadis adalah ibunya pintar, cantik, mandiri, kaya dan tidak punya suami karena bercerai. Dan itulah yang terjadi pada Gadis.
Priyo memahami apa yang saya maksudkan, maka saya minta dia menuliskan kriteria perempuan yang diinginkan sebagai isteri supaya saya bisa menginstalkan ke pikiran bawah sadarnya.
Pernah Jadi Pandita
Dengan mudah Priyo yang rajin meditasi ini saya bimbing rileks sangat dalam. Dengan teknik tertentu untuk menemukan akar masalahnya, ditemukanlah bagian diri (ego personality – semacam folder di komputer) yang tidak setuju Priyo punya isteri dan punya uang. Mengapa? “Karena dia ini dulunya pandita. Tidak boleh pandita punya kekayaan. Tidak boleh pandita punya isteri,” ujar bagian diri itu.
Kapan dia jadi pandita? Bawah sadar Priyo menjelaskan, “Dulu, sebelum kehidupan yang sekarang, Dia pemimpin umat, tidak boleh menikah.” Saya sempat mengecek dari mana dia tahu bahwa klien saya ini di kehidupan lampaunya (past life) adalah seorang pandita, dan mengapa sedemikian kuatnya keyakinan dan kepercayaan itu hingga menghalangi kehidupan Priyo hingga saat ini. Ternyata dari guru spiritualnya.
Kepadanya saya ingatkan bahwa saat ini Priyo bukan lagi pandita, dia adalah karyawan swasta, dia umat Katolik biasa yang boleh menikah dan boleh menjadi kaya. Kecuali dia sekarang seorang pastur, maka dia tidak boleh punya kekayaan dan isteri.
Dengan negosiasi tertentu, akhirnya bagian diri ini setuju dan mau mendukung Priyo untuk hidup normal, dalam arti bisa berumah tangga dan punya kekayaan. Bawah sadar Priyo juga sepakat untuk mendukung agar tetap bekerja jujur di kantor, tetapi memiliki penghasilan lain di luar gaji dengan membuat usaha sampingan yang tidak merepotkan.
Kira-kira dua bulan setelah terapi saya mendapat kabar dari Priyo bahwa dia sudah sebulan pacaran dengan seorang gadis yang memenuhi kriterianya. “Tapi belum saya kenalkan kepada ayah, karena pacar saya bukan tipe yang diinginkan beliau,” tulis Priyo melalui WA. Dia tertawa saat saya bilang, “Yang mau menikah Anda kok repot memikirkan kriteria ayah.”
Saya sarankan kepadanya supaya mulai membayangkan dan merasakan ayahnya sangat bahagia dan bersyukur Priyo menemukan pasangan sesuai kriteria yang telah dia sendiri inginkan dan tetapkan.
Advertisement
Pelajaran yang Bisa Dipetik
Apa pelajaran yang dapat dipetik dari kasus Priyo di atas?
• Tanpa disadari banyak orang menggantungkan hidupnya pada pendapat atau penilaian orang lain. Seperti Priyo, pendapat guru spiritualnya adalah kebenaran baginya, sehingga apa pun yang disampaikan dia percaya. Dia bahkan mengembangkan keyakinannya dengan asumsi dan interpretasi yang sama sekali tidak benar, bahwa karena dulunya pandita maka sekarang juga harus menjaga citra hidupnya seperti pandita. Mengapa tidak berpikir bahwa dulu tidak bisa punya isteri dan harta, maka sekaranglah waktunya untuk mengalami dan menikmati?
• Tetaplah menggunakan akal sehat pada saat berhadapan dengan figur-figur otoritas, karena apa yang mereka katakan belum tentu benar, baik dan tepat. Temukan referensi lain yang memperkaya wawasan.
• Banyak orang yang percaya past life lupa bahwa masa lalu sudah berlalu, kita hidup di masa sekarang. Jalani hidup sesuai dengan keadaan, kondisi dan impian-impian di kehidupan sekarang.