Anak Kerdil Juga Ada di Keluarga Kaya

Asia Pacific Food Forum yang akan dihelat di Hotel Shangrila, Jakarta, juga bakal mendiskusikan persoalan stunting.

oleh Gabriel Abdi Susanto diperbarui 10 Okt 2017, 12:04 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2017, 12:04 WIB
Diskusi Menkes
Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemkes, Anung Sugihantono (ketiga dari kanan) / Fotografer : Abdi Susanto

Liputan6.com, Jakarta Persoalan gizi buruk dan stunting atau anak bertubuh pendek menjadi topik yang tak kalah penting dibicarakan dalam Gelaran Asia Pacific Food Forum yang bakal dihelat 30-31 Oktober oleh Kementerian Kesehatan dan EAT Foundation di Hotel Shangrila, Jakarta.

"Stunting ini tidak hanya soal badan pendek semata. Kalau Bapak Wapres menyebutnya kerdil. Ini terkait dengan persoalan asupan gizi pada otak. Terkait dengan intelegensi," ujar Menteri Kesehatan Nila F Moeloek dalam diskusi bersama media di Ruang Kaca Gedung Adhyatma, Kementerian Kesehatan, Senin (9/10/2017).

Tahun 2015, angka penderita stunting di Indonesia 29 persen. Pada 2016 sudah mencapai 27,5 persen. Artinya, masih ada pekerjaan rumah pemerintah untuk menyelesaikan persoalan ini. Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan dr. Anung Sugihantono, MKes menyebutkan stunting bukan sekadar persoalan ukuran tubuh, tapi juga masalah defisiensi kognitif atau rendahnya kecerdasan seorang anak.

"Stunting sebenarnya merupakan kondisi kekurangan gizi kronis yang terjadi sejak dalam kandungan. Ini mengakibatkan anak tak hanya berpenampilan pendek, melainkan juga kemampuan belajarnya kurang," ujar Anung.

Persoalan stunting juga bukan hanya persoalan makan. Karena faktanya, situasi ini juga terjadi di kalangan orang miskin dan kaya. Anung menyebutkan, persoalan stunting ini tidak hanya pada ketidakmampuan mendapatkan sumber makanan, tetapi juga ketidaktahuan memilih sumber makanan yang baik.

Selama ini, kata Anung, kalau kita bicara sistem pangan, selalu bicara tentang wilayah. Padahal, masalah nyata ada dalam rumah tangga, keluarga-keluarga di Indonesia yang tidak terbatas pada wilayah.

"Ini karena pengambilan keputusan ada di sini," ujar Anung. Apalagi Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2016 membuktikan, pergeseran pengeluaran rumah tangga terkait makanan terlihat sangat fantastis. Belanja makanan, menurut Anung, menempati peringkat pertama.

"Ini terkait dengan aspek bahan makanan, pemahaman tentang pemilihan zat makanan yang baik dan pengolahan yang baik," tegas Anung.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya