Yang Bikin Pemerintah Sulit Tangani KLB Difteri

Kementerian Kesehatan mengungkapkan kesulitan penanganan kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri karena adanya 'carrier'.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Jan 2018, 09:20 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2018, 09:20 WIB
Difteri
Garut tetapkan status kejadian luar biasa wabah difteri. Foto: (Jayadi Supriadin/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan mengungkapkan kesulitan penanganan kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri. Salah satunya, karena adanya "carrier" atau orang yang membawa bakteri difteri. Seorang carrier tidak sakit atau memunculkan gejala, tapi bisa menularkan difteri.

Dari keterangan tertulis dari laman resmi Kementerian Kesehatan sehatnegeriku di Jakarta, Kamis, disebutkan, salah satu faktor penanggulangan KLB menjadi lebih sulit adalah karena adanya orang sehat yang tidak menunjukkan gejala difteri, tapi bisa menularkannya pada orang lain.

Karena itu, Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat menjadi penting dalam setiap kesempatan.

Bagi penderita batuk atau bersin diharapkan menjaga etika batuk dengan menggunakan masker atau menutup mulut saat batuk. Ini karena penyakit difteri sangat mudah menular melalui percikan ludah atau air liur penderita kepada orang lain yang berada dekat dengannya.

907 Kasus

Difteri
Seorang anak menangis saat disuntik vaksin difteri di sebuah klinik desa di Jakarta (11/12). Wabah Difteri ini telah menewaskan puluhan orang. (AFP Photo/Adek Berry)

Data Kemenkes sampai dengan 25 Desember 2017 tercatat 907 kasus difteri di seluruh Indonesia dengan 44 di antaranya meninggal dunia. Kasus difteri dilaporkan terjadi di 164 kabupaten kota dari 29 provinsi.

KLB Difteri saat ini berbeda dibanding KLB sebelumnya yang pada umumnya menyerang anak balita. Sementara KLB kali ini ditemukan pada kelompok umur 1-40 tahun di mana 47 persen menyerang anak usia sekolah, yaitu 5-14 tahun dan 34 persen menyerang umur di atas 14 tahun.

Data tersebut menunjukkan proporsi usia sekolah dan dewasa yang rentan terhadap difteri cukup tinggi.

Imunisasi ulang vaksin difteri atau "Outbreak Response Immunization" (ORI) tahap pertama sudah dimulai pada 11 Desember 2017 lalu di tiga provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Imunisasi ulang untuk tahap dua akan dilaksanakan di tiga provinsi yang sama dan dijadwalkan pada 11 Januari 2018.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya