Liputan6.com, Jakarta Motivator Keluarga Anak Berkebutuhan Khusus, Kresno Muyadi yang akrab disapa Kak Kresno menepis anggapan yang menyebut keluarga kaya memiliki kemungkinan lebih besar memiliki anak dengan autisme.
Kak Kresno mengatakan keluarga dari ekonomi kalangan bawah maupun atas punya risiko sama memiliki anak dengan autisme. Faktor yang memungkinkan ibu melahirkan seorang anak dengan kondisi tersebut bisa menimpa siapa saja.
Baca Juga
Salah satu faktor yakni pada saat trimester pertama kehamilan. Bisa jadi ibu hamil terkontaminasi dari lingkungan luar yang menghambat proses pembentukan jaringan otak bayi di janin.
Advertisement
"Entah itu berasal dari makanan yang mengandung logam berat dan makanan laut yang tercemar limbah pabrik, terutama yang tinggal di perkotaan seperti Jakarta ini," kata Kresno yang pernah diwawancarai Health Liputan6.com pada sebuah kesempatan di pertengahan Agustus 2014.
Kala itu topik yang sedang hangat mengenai keberhasilan anak-anak dengan autisme yang secara kebetulan berasal dari keluarga mampu. Ada yang bisa pergi ke Tanah Suci seorang diri tanpa dampingan keluarga. Ada pula yang menjadi koki. Sampai ada anak penyandang autisme yang berhasil berkarier menjadi musisi dengan membentuk sebuah band.
Â
Saksikan juga video menarik berikut:
Â
Â
Anak dengan autisme
Psikiater dari Omni Hospitals Serpong, Tangerang ini juga mengatakan, kemungkinan besar yang membuat orang lain berujar seperti itu karena orangtua yang hidup di kota jauh lebih peduli dan cepat menangani anak autisme.
Seperti faktornya saja, selain dari makanan, asap kendaraan yang mengandung timbal (salah satu jenis logam berat dengan kadar limbah cukup tinggi) turut memengaruhinya.
"Ini yang paling banyak mengalami adalah orang kota. Mungkin, ini pula yang akhirnya membuat orang berpikir seperti itu," kata Kak Kresno.
Terkait penanganan, ketika mengetahui si Kecil didiagnosis dengan autisme, orangtua mereka tidak sungkan membawa langsung anak-anaknya terapi seperti terapi lumba-lumba atau terapi di luar negeri yang memang tergolong mahal.
"Padahal, terapi yang paling benar adalah terapi perilaku dan diet bebas gluten," tutupnya.
Â
Advertisement