Liputan6.com, Jakarta Proses penjatuhan sanksi dari Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) kepada dokter Terawan Agus Putranto sudah melalui alur yang adil (fair) dan terlegitimasi (legitimate). Sanksi yang dijatuhkan tertera dalam sebuah surat yang beredar viral terkait dugaan pelanggaran kode etik kedokteran yang dilakukan dokter Terawan.
Baca Juga
Advertisement
Ia diduga menerapkan tindakan terapi pengobatan terhadap stroke iskemik kronik yang dikenal sebagai Brain Washing melalui metode diagnostik Digital Substraction Angiography (DSA). Dugaan pelanggaran dokter Terawan juga mengiklankan secara berlebihan dengan klaim tindakan untuk pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif).
MKEK mempertimbangkan keputusan sanksi murni dari sisi etika perilaku profesi kedokteran berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
"Kami, MKEK PB IDI siap mempertanggungjawabkan proses ini sebaik-baiknya. Proses ini sama sekali tidak berdasarkan semua yang sekarang dituduhkan masyarakat dan sesama sejawat, yakni iri dengki, hasad, sirik, maupun intrik politik. Semuanya Insha Allah begitu. Kami mengutamakan keadilan itu sendiri," ungkap Sekretaris MKEK Pukovisa Prawiroharjo melalui aplikasi pesan singkatĀ yang diterima Health Liputan6.com, Rabu (4/4/2018).
Hakim-hakim (Majelis Pemeriksa) yang dipilih, lanjut Pukovisa, dalam proses penetapan keputusan sanksi juga dipilih yang tak bersinggungan kepentingan dengan dokter Terawan.
Ā
Ā
Simak video menarik berikut ini:
Bersifat mutlak dan independen
Pukovisa menambahkan, dalam proses pertimbangan keputusan dan sanksi terhadap dokter Terawan, tidak ada hakim yang berprofesi sebagai radiolog, neurolog, dan bedah saraf, yang mungkin dapat diduga punya kepentingan terhadap kasus ini.
"Para hakim diberi posisi yang khusus, mutlak, independen, dan tidak dapat diintervensi oleh siapapun, termasuk Ketua MKEK PB IDI sekalipun," Pukovisa menambahkan.
Dokter Terawan mendapat sanksi berupa pemecatan sementara sebagai anggota dari lkatan Dokter lndonesia selama 12 bulan dari 26 Februari 2018 sampai 25 Februari 2019. Hal ini juga diikuti pernyataan tertulis pencabutan rekomendasi izin praktiknya.
Advertisement