Liputan6.com, Jakarta Murid-murid SMA Negeri 74 Jakarta Selatan terkesima mendengar pernyataan Angkie Yudistia yang berhasil menamatkan pendidikan Strata Satu dan Dua (S1 dan S2) selama lima tahun. Angkie memilih ilmu komunikasi dan public speaking yang memang sudah menjadi hobi dan hasrat dia sejak kecil.
Anak-anak itu takjub karena Angkie berbeda. Sekilas, sosoknya memang tampak seperti perempuan kebanyakan. Gayanya modis, penuh percaya diri, dengan pembawaan yang amat menyenangkan.
Baca Juga
Namun, para murid yang merupakan peserta workshop 'DOVE: Self-Esteem Project', sama sekali tidak menyangka kalau Angkie Yudistia memiliki keterbatasan dalam mendengar. Angkie tuli sejak kanak-kanak.
Advertisement
Â
Di hadapan mereka, Angkie bercerita banyak mengenai cara bertahan dari semua omongan-omongan jelek orang lain. Termasuk cara bangkit dari rasa depresi yang sempat menyergap di usia belasan tahun.
Angkie Yudistia hanya ingin murid-murid itu tahu, semua perempuan punya kesempatan yang sama untuk sukses, tidak peduli apa pun kekurangan yang dimiliki. Walaupun untuk meraih kesuksesan itu harus lebih dulu melewati kerikil-kerikil tajam.
"Saya dulu pernah bekerja, tapi tidak lama," kata Angkie Yudistia.
Pengunduran diri dilakukan lantaran lingkungan kerja yang tidak cukup ramah untuk orang-orang seperti dia.
Â
Gebrakan Angkie Yudistia
Angkie kemudian ingat pesan dosennya. Daripada pusing mencari tempat pekerjaan yang tepat, kenapa tidak Angkie sendiri yang menciptakan lapangan pekerjaan untuk sesama?
Dari situ Angkie Yudistia memutuskan membangun pusat pemberdayaan ekonomi kreatif untuk disabilitas Indonesia, Thisable Enterprise.
"Bergerak di bidang HR (Human Resources/sumber daya manusia). Nanti, orang-orang seperti saya disalurkan ke tempat pekerjaan yang memang cocok dan ramah buat mereka," ujar Angkie tentang Thisable Enterprise.
Hari itu, setiap murid yang hadir pun diberi kesempatan untuk bertanya. Salah satu pertanyaan yang diterima Angkie Yudistia yakni mengenai pelajaran favorit semasa sekolah dan tempat dia menumbuhkan rasa kepercayaan diri.
"Aku itu suka sekali Bahasa Indonesia. Kalau mengarang bisa berlembar-lembar," kata Angkie.
Dia menambahkan, "Aku di usia 22 tahun sudah punya dua buku."
Â
Advertisement
Angkie Yudistia, Kekurangan Jangan Jadi Penghalang
Menurut Angkie, kekurangan jangan jadi penghalang untuk memaksimalkan yang disukai dan disenangi. Kalau memang menyukai pelajaran Bahasa Indonesia, dimaksimalkan. "Siapa tahu jadi passion kita," kata Angkie.
Angkie Yudistia lalu melanjutkan ceritanya. Kepercayaan diri yang besar dia dapat saat duduk di bangku SMA. Di sekolah, dia banyak bertemu teman-teman yang sampai sekarang masih bersahabat. Bersama mereka, Angkie bisa menjadi diri sendiri, yang jika tidak suka dengan suatu hal akan bilang tidak suka.
Dari teman-teman juga Angkie belajar banyak soal saling percaya. Secara tidak langsung hal-hal seperti ini yang pada akhirnya membuat Angkie semakin percaya diri.
"Kalau di rumah, aku memang merasa aman. Akan tetapi orangtuaku itu disiplin banget. Bangun tidur, sekolah, pulang ke rumah, tidur siang, les, belajar di rumah, dan tidur. Begitu saja terus," tuturnya.
Sementara menurut dia, SMA adalah masa-masa transisi. Kalau hidupnya seperti itu terus, apa mungkin seorang Angkie Yudistia bisa jadi seperti sekarang ini?Â