Liputan6.com, Jakarta: Guillain Barre Syndrome atau GBS bisa menyerang siapa saja serta dari kelompok usia mana saja. Namun, kesadaran tentang keberadaan penyakit tersebut baru mengemuka setelah kasus dua anak, yakni Muhammad Azka Arriziq dan Shafa Azalia.
Azka dan Shafa kini dirawat bersama di ruang perawatan intensif anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Salemba, Jakarat Pusat. Kondisi Shafa dan Azka terus membaik.
Perlu diketahui, GBS menyerang saraf tepi. Penderita sindrom ini bisa mengalami berbagai komplikasi yang mengancam jiwa. Otot pernapasan yang melemah, misalnya, menyebabkan penderita sulit bernafas.
"Gejalanya berupa kelumpuhan, yang paling khas kelumpuhan dari bawah (kaki) naik ke atas. Kemudian bisa menyerang tubuh kita dan otot pernafasan," kata Tuti Suwirno Zacharia, dokter Spesialis Penyakit Saraf RSPI, di Jakarta, Jumat (12/8).
GBS sesungguhnya tidak tergolong penyakit langka. Di Jakarta saja bisa jadi ada sekitar 200-an penderita penyakit ini. Angka terbanyak justru di usia 50 hingga 60 tahunan. Bila tidak cepat ditangani, GBS dapat berakibat fatal. Penderita bisa selamat umumnya karena sempat ditangani dengan cepat dan tepat.
Biaya perawatan penderita GBS memang tinggi. Perawatan Shafa selama sembilan bulan menghabiskan Rp 600 juta. Bagi sebagian besar warga Indonesia, angka ini ini tentu tergolong sangat tinggi.
Demi membantu penderita GBS tidak mampu, sebuah posko kepedulian dideklarasikan pekan lalu. Sampai pagi ini, telah terkumpul dana sumbangan sekitar Rp 375 juta [baca: Gerakan Seribu Rupiah Peduli Shafa dan Azka].(BOG)
Azka dan Shafa kini dirawat bersama di ruang perawatan intensif anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Salemba, Jakarat Pusat. Kondisi Shafa dan Azka terus membaik.
Perlu diketahui, GBS menyerang saraf tepi. Penderita sindrom ini bisa mengalami berbagai komplikasi yang mengancam jiwa. Otot pernapasan yang melemah, misalnya, menyebabkan penderita sulit bernafas.
"Gejalanya berupa kelumpuhan, yang paling khas kelumpuhan dari bawah (kaki) naik ke atas. Kemudian bisa menyerang tubuh kita dan otot pernafasan," kata Tuti Suwirno Zacharia, dokter Spesialis Penyakit Saraf RSPI, di Jakarta, Jumat (12/8).
GBS sesungguhnya tidak tergolong penyakit langka. Di Jakarta saja bisa jadi ada sekitar 200-an penderita penyakit ini. Angka terbanyak justru di usia 50 hingga 60 tahunan. Bila tidak cepat ditangani, GBS dapat berakibat fatal. Penderita bisa selamat umumnya karena sempat ditangani dengan cepat dan tepat.
Biaya perawatan penderita GBS memang tinggi. Perawatan Shafa selama sembilan bulan menghabiskan Rp 600 juta. Bagi sebagian besar warga Indonesia, angka ini ini tentu tergolong sangat tinggi.
Demi membantu penderita GBS tidak mampu, sebuah posko kepedulian dideklarasikan pekan lalu. Sampai pagi ini, telah terkumpul dana sumbangan sekitar Rp 375 juta [baca: Gerakan Seribu Rupiah Peduli Shafa dan Azka].(BOG)