Liputan6.com, Jakarta Bagi perokok, puasa artinya juga harus menahan merokok lebih dari 13 jam. Ketika buka puasa sudah tiba, banyak perokok yang sudah tidak sabar untuk menyalakan rokoknya. Namun, hati-hati, merokok saat iftar bisa sangat berbahaya untuk tubuh.
Setelah puasa belasan jam, tubuh membutuhkan cairan, glukosa, dan oksigen untuk mengembalikan stamina. Merokok pada kondisi tubuh seperti ini dapat memicu kontraksi pada pembuluh darah dan mencegah aliran oksigen yang dibutuhkan dalam tubuh.
Baca Juga
“Nikotin dan tar dalam sebatang rokok dapat mengentalkan darah serta menyebabkan penyumbatan arteri, meningkatkan tekanan darah, dan mengganggu detak jantung,” kata Dr. J. Isaac, spesialis gangguan pernapasan, kepada Gulf News.
Advertisement
Saksikan juga video menarik berikut:
Bulan Ramadan kesempatan baik untuk berhenti merokok
Hal senada disampaikan oleh Dr. Riaz Ahmad Minhas, seorang dokter di Emirates Clinic & Laboratories, Al Ain, Uni Emirat Arab.
“Merokok setelah makan kurma atau minum segelas air adalah sesuatu yang sangat berbahaya untuk tubuh,” ujarnya.
Karena itu, Minhas menyarankan orang-orang untuk tidak merokok saat berbuka puasa.
Sesungguhnya, bulan Ramadan merupakan kesempatan yang harus digunakan sebaik-baiknya oleh para perokok untuk menghentikan kebiasaan buruk tersebut. Menurut Minhas, itu bukanlah hal yang mustahil.
“Jika seseorang mampu menahan diri tidak merokok selama sehari penuh, artinya dia bisa berhasil dan berhenti dari kebiasaan itu untuk selamanya.”
Daripada merokok, lebih baik Anda berbuka puasa dengan asupan yang terbukti lebih sehat untuk tubuh. Menu iftar yang paling umum adalah buah-buahan, jus, susu, kurma, dan air putih. Orang-orang percaya bahwa Nabi Muhammad makan tiga kurma ketika berbuka puasa.
Hanya saja pada perkembangannya, santapan berbuka puasa menjadi lebih bervariasi. Setiap negara memiliki menu andalannya masing-masing. Di Afganistan, misalnya, makanan iftar biasanya berupa sup, kari daging berbumbu bawang, dan kebab. Sementara di Hyderabad, India, orang-orang menyukai haleem atau bubur gandum. Di Jakarta, sajian gorengan dan makanan manis seperti kolak, rata-rata menjadi pilihan.
Penulis: Rieke Saras
Sumber: Klikdokter.com
Advertisement