Hipotensi dan Hipertensi, Mana Lebih Berbahaya?

Tekanan darah rendah (hipotensi) dan tekanan darah tinggi (hipertensi), manakah yang lebih berbahaya?

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jul 2018, 16:00 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2018, 16:00 WIB
Ilustrasi Hipertensi, Tekanan Darah, Tekanan Darah Tinggi (iStockphoto)
Dianjurkan untuk Kita Rutin Mengecek Tekanan Darah agar Terhindar dari Hipertensi Sekali Setahun (Ilustrasi/iStockphoto)

 

 

Liputan6.com, Jakarta Dalam dunia kesehatan dikenal dua istilah yang sering digunakan ke masyarakat awam mengenai tekanan darah, yaitu hipertensi dan hipotensi. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi, sedangkan hipotensi adalah tekanan darah rendah.

Tekanan darah juga terdiri dari dua nilai, yaitu tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan pada dinding pembuluh darah saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh, sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan pada dinding pembuluh darah saat jantung beristirahat di antara denyut.

Tekanan darah yang normal sangat dibutuhkan tubuh guna menjalankan berbagai fungsinya secara optimal. Tanpa tekanan, darah tidak dapat mengalir melalui pembuluh darah ke jaringan atau organ tujuannya. Padahal, darah berfungsi sebagai pembawa oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan sel tubuh.

Normalnya, tekanan darah pada orang dewasa terukur pada angka 120/80 mmHg. Anda dikatakan hipertensi jika hasil pengukuran tekanan darah lebih dari 120/80 mmHg. Jika hasil pengukuran tekanan darah kurang dari 90/60 mmHg, ini merupakan hipotensi.

Tekanan darah secara alami dapat berubah-ubah sesuai dengan aktivitas dan kondisi tubuh seseorang. Pada orang yang sehat, tekanan darah terendah dialami saat tidur atau beristirahat. Sedangkan tekanan darah tertinggi terjadi ketika sedang beraktivitas fisik dan mengalami tingkat stres dan kecemasan tinggi.

Oleh sebab itu, pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan saat tubuh dalam kondisi istirahat atau tidak melakukan apa pun selama 5-15 menit, tidak habis merokok, tidak melakukan aktivitas berat seperti berolahraga, dan sedang tidak marah.

 

Saksikan juga video menarik berikut:

Hipertensi dan hipotensi, mana yang lebih berbahaya?Hipertensi dan hipotensi, mana yang lebih berbahaya?

Ilustrasi Hipertensi, Tekanan Darah, Tekanan Darah Tinggi (iStockphoto)
Akan lebih baik lagi jika kita menjaga tekanan darah tetap terkendali sehingga terhindar dari hipertensi (Ilustrasi/iStockphoto)

Hipertensi dan hipotensi tidak bisa dibandingkan, sebab kedua kondisi tersebut sama-sama memiliki dampak dan risiko yang dapat menimbulkan komplikasi penyakit dalam jangka panjang, dan tentunya dapat memberikan pengaruh buruk pada tubuh.

Pada kasus hipertensi yang telah berlangsung lama, komplikasi yang dapat terjadi bisa berupa kerusakan pada organ vital dan pembuluh darah. Kerusakan pada pembuluh darah ini dapat menyebabkan komplikasi yang lebih fatal seperti serangan jantung, gagal jantung, gagal ginjal, stroke, gangguan pada mata, demensia, dan masih banyak lagi.

Sedangkan pada kasus hipotensi, keadaan ini menyebabkan darah tidak mampu dipompa ke seluruh tubuh. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jantung, otak, dan organ vital lainnya. Aliran darah yang berkurang memiliki dampak bagi sel-sel tubuh karena mengakibatkan berkurangnya oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsinya. Apabila kondisi ini terus dibiarkan dan terus berlanjut, maka akan menimbulkan kerusakan pada sel, jaringan, organ, dan akhirnya berujung pada kematian.

Meski dampaknya bisa fatal jika tidak ditangani, tapi hipertensi maupun hipotensi merupakan kondisi yang bisa dicegah sejak dini. Beberapa cara yang bisa diterapkan untuk menjaga tekanan darah tetap normal adalah dengan menjaga berat badan tetap ideal, menerapkan pola makan sehat dan seimbang, istirahat yang cukup, olahraga secara rutin, mengurangi stres, serta berhenti merokok dan minum minuman beralkohol.

Berhentilah membandingkan mana yang lebih bahaya antara hipertensi dan hipotensi, karena keduanya memiliki dampaknya masing-masing terhadap kesehatan tubuh. Daripada sibuk membandingkan keduanya, lebih baik lakukan pencegahan atau jalani terapi atas dua kondisi tersebut, sebelum muncul komplikasi yang tidak diinginkan.

Penulis: dr. Adeline Jaclyn. Sumber: Klikdokter.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya