Liputan6.com, Jakarta Dua hari terakhir media sosial geger dengan cerita pernikahan anak baru gede (ABG) usia 14 dan 15 tahun. Dari berbagai foto yang beredar, mereka memakai baju pengantin, anak lak-laki mengenakan jas sementara yang perempuan berbaju putih.
Menurut beberapa postingan di Facebook dan Instagram, pernikahan dini sejoli tersebut terjadi di Desa Tungkap, Binuang, Kaupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
Baca Juga
Jika pernikahan ABG berinisial A dan I ini benar adanya, menambah daftar panjang jumlah pernikahan dini di Indonesia. Berdasarkan data UNICEF, Indonesia menempati urutan ketujuh di dunia dan kedua tertinggi di Asia Tenggara dalam kasus perkawinan anak.
Advertisement
Pernikahan dini sesungguhnya memiliki banyak risiko. Kondisi biologis dan psikologis ABG yang belum siap menikah, bisa menimbulkan masalah di kemudian hari.
Jika dilihat dari sudut pandang psikologis, kepribadian remaja masih berkembang. Sehingga, menikah muda memiliki risiko lebih tinggi memiliki masalah dalam pernikahannya seperti dituturkan psikolog Anna Surti Ariani.
"Anak-anak itu melewati masa balita, anak besar, remaja. Sementara kalau sudah di atas 18 tahun disebut usia dewasa. Pada saat usia dewasa itu tidak secepat masa-masa sebelumnya. Sehingga kalau menikah di usia dewasa, bisa ditebak kepribadiannya seperti apa sehingga tahu bagaimana menghadapi pasangannya," tutur wanita yang akrab disapa Nina ini saat dihubungi beberapa waktu lalu tentang pernikahan dini.
"Tapi kalau masih muda kepribadiannya masih berkembang."
Â
Â
Saksikan juga video menarik berikut:
Â
Risiko lain akibat nikah muda
Tak cuma itu, ada juga beberapa tantangan lain bila terjadi perkawinan usia anak yakni:
- Otak korteks belum matang
Otak korteks matang pada saat seseorang 19-20an tahun, hal ini berpengaruh pada aspek kognitif seseorang. Sehingga hal ini amat lekat kaitannya dengan konsentrasi dan berpikir.
Jadi, kalau menikah di bawah usia tersebut sangat mungkin seseorang masih emosional memutuskan sesuatu. Lalu, belum rasional dalam memilih atau menentukan sesuatu.
"Hal ini terjadi karena otak bagian korteks belum matang," kata Nina.
Kondisi ini, tentu membuat anak belum siap menghadapi kehidupan pernikahan yang cenderung memiliki banyak tantangna,
"Untuk mengatasi masalah-masalah dalam pernikahan itu butuh kreativitas solusi, kecerdasan memutuskan. Namun pada saat-saat usia remaja itu sulit," tutur Nina.-
- Emosional
Orang yang masih berusia belasan tahun dalam pengambilan keputusan cenderung emosional dibandingkan rasional. Hal ini terjadi karena perkembangan otak yang memproses emosi sudah matang namun perkembangan otak yang memproses pola pikir belum (otak korteks) belum.
- Sosial
Bila menikah di usia belasan tahun, masih ada kemungkinan untuk kuliah. Hal ini memperberat konsentrasi, sehingga kemungkinan terpecah. Apalagi nanti jika sudah memiliki anak makin berat lagi.
Lalu, di saat teman-temannya sedang fokus mengerjakan tugas kuliah di saat yang sama ia harus membagi tugas dengan keluarganya. Pertemanannya pun jadi terbatas.
Â
Advertisement