Utak-Atik Cukai Rokok, Bisakah Menambal Defisit BPJS?

Cukai rokok dapat menjadi alternatif sumber dana pemasukan BPJS Kesehatan.

oleh CISDI diperbarui 09 Agu 2018, 10:30 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2018, 10:30 WIB
Gumilang Aryo Sahadewo, peneliti ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, mendukung rencana kenaikan cukai rokok untuk memperkuat BPJS Kesehatan
Foto: Dok. CISDI

 

Liputan6.com, Jakarta Cukai rokok dapat menjadi alternatif sumber dana pemasukan BPJS Kesehatan. Fungsi cukai idealnya berperan sebagai instrumen untuk melindungi konsumen dari substansi berbahaya, termasuk rokok.

"Selagi konsumsi rokok menyebabkan beban negara, opsi ini layak dikaji lebih dalam. Pemerintah secara paralel bisa mengembangkan layanan berhenti merokok dari penerimaan cukai rokok dengan harapan tidak ada lagi masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti keluarga miskin maupun anak-anak yang mengonsumsi rokok,"ujar Planning and Policy Specialist, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Yurdhina Meilissa, dalam diskusi publik bertajuk "Rokok Masih Murah. Perlu Diubah atau Ya Sudah Lah.." Kamis, (2/8/2018) di Tierspace, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Berdasarkan UU No. 39 Tahun 2007, pada dasarnya cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik tertentu. Salah satunya adalah jika pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.

Senada dengan pendapat Yurdhina, peneliti ekonomi dari Universitas Gajah Mada Gumilang Aryo Sahadewo menyebutkan, pengendalian konsumsi rokok memang perlu diseimbangkan antara intervensi harga dan non-harga. "Jika kenaikan cukai rokok berpengaruh terhadap penerimaan negara, kelebihan dalam penerimaan negara dapat disalurkan pada kelompok-kelompok yang terkena dampak cukai tersebut."ujarnya.

Dari sisi kesehatan, dr. Muhammad Iqbal Gentur Bismono menyebutkan, sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh rokok seperti kanker, jantung, diabetes dan gangguan kehamilan muncul dalam jangka waktu yang lama. Ketika penyakit ini muncul, beban biaya yang ditanggung BPJS Kesehatan tidak sedikit. Karena itu, kata Iqbal, cukai rokok perlu dikaji sebagai sumber pendanaan BPJS Kesehatan.

Berbeda dengan para pembicara ini, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhma Yudhistira menyebutkan, jika cukai dijadikan sumber pendanaan BPJS Kesehatan maka negara akan semakin bergantung pada cukai rokok."Skema ini bisa memicu orang untuk tetap merokok karena negara membutuhkan pemasukan. Kenapa tidak dikenakan cukai untuk gula, minuman bersoda dan hal-hal lain yang juga menyebabkan penyakit kronis?"ujar Bhima.

Laporan BPJS Kesehatan menunjukkan total beban penyakit yang ditanggung oleh asuransi kesehatan nasional, 21 persen di antaranya penyakit akibat konsumsi rokok seperti penyakit jantung iskemik, serebrovaskular, tuberkulosis, diabetes dan penyakit pernapasan kronis. Pemerintah saat ini mengalokasikan belanja kesehatan sebesar 5 persen dari APBN yang kurang lebih seperempatnya dialokasikan untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan iuran publik melalui BPJS Kesehatan. Pemanfaatan cukai rokok secara strategis sebagai pemasukan tambahan menjadi opsi yang rasional untuk mengisi gap pembiayaan asuransi kesehatan nasional.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya