Penelitian Vaksin MR Buatan Lokal Sudah Mulai Lima Tahun Lalu

Penelitian dilakukan untuk memproduksi vaksin Rubella buatan lokal agar nantinya bisa digabungkan dengan vaksin Measles menjadi vaksin MR.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 24 Sep 2018, 16:00 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2018, 16:00 WIB
Pemprov Aceh Akhirnya Bolehkan Vaksinasi MR
Petugas menyuntikan Vaksin Campak dan Rubella (MR) kepada bayi saat dilakukan imunisasi di sebuah puskesmas, Banda Aceh, Rabu (19/9). Pemerintah Aceh memperbolehkan penggunaan vaksin MR dengan alasan dalam kondisi darurat. (CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP)

Liputan6.com, Jakarta Penelitian untuk mengembangkan vaksin MR halal buatan dalam negeri sesungguhnya sudah dimulai cukup lama. Hal ini diungkap oleh Corporate Secretary Bio Farma Bambang Heryanto.

"Mungkin empat sampai lima tahun yang lalu," kata Bambang mengungkapkannya pada Health Liputan6.com di kantor Bio Farma, Bandung, ditulis Senin (24/9/2018).

Bambang mengatakan, sesungguhnya penelitian mereka hanya dilakukan untuk vaksin Rubella saja. Hal ini karena vaksin Measles sudah diproduksi oleh Bio Farma.

"Campaknya sudah ada. Cuma Rubellanya Bio Farma belum bikin," kata Bambang.

Menurut dia, apabila vaksin Rubella yang sebelumnya dipermasalahkan tersebut sudah berhasil diproduksi sendiri, kedua vaksin tersebut akan digabungkan. Hal ini bisa memakan waktu hingga bertahun-tahun.

"Rubella itu satu penelitian. Belum nanti digabunginnya," kata Bambang.

"Digabungkannya nanti beda lagi. Harus ada compatibility antara dua ini harus nyambung, kan. Harus bisa satu, kan? Yang satu punya sifat-sifat, yang satu punya sifat-sifat. Bagaimana caranya dalam formula yang satu ini biar dua-duanya tidak saling terpengaruh," kata Bambang.

Saksikan juga video menarik berikut ini: 

 

Paling Cepat Lima Belas Tahun

Sebuah foto menunjukkan ibu dan anak yang terkena cacar api sebelum ada vaksin, dipajang di museum Bio Farma (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)
Sebuah foto menunjukkan ibu dan anak yang terkena cacar api sebelum ada vaksin, dipajang di museum Bio Farma (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Bambang sendiri mengatakan, paling tidak satu jenis vaksin paling cepat bisa memakan waktu hingga 15 tahun untuk proses produksinya.

Menurut dia, untuk satu tahapan saja bisa memakan waktu hingga dua sampai tiga tahun.

"Tahap satu untuk safety, efikasi. Nanti tahap duanya tambah lagi populasinya. Misalnya dari 500 sampel jadi 1000 atau 2000. Setelah itu fase tiga lebih besar lagi populasinya. (Waktunya) hampir sama sekitar dua sampai tiga tahun," ujar Bambang.

Belum lagi, apabila gagal, proses penelitian harus diulang seluruhnya dari pencarian kandidat virus dari awal.

"Jadi, mulai dari awal. Harus cari kandidat lagi," kata Bambang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya