Liputan6.com, Jakarta "Jatuh cinta berjuta rasanya." Sepenggal lirik lagu ini mungkin banyak menggambarkan apa yang bisa terjadi pada seseorang saat mengalami jatuh cinta.
Ketika Anda jatuh cinta, siapapun akan rela melakukan apa pun bahkan tanpa mempertimbangkan akal sehatnya. Sejumlah pakar memandang, cinta ini dianggap sebagai respons emosional, padahal ternyata ilmu neurologi dan fisiologi memperlihatkan kinerja otak yang berperan besar membuat seseorang bahagia.
Baca Juga
Hal ini pula yang membuat antropolog ternama meneliti perilaku manusia saat jatuh cinta. Bersama ahli saraf Lucy Brown, mereka menggambarkan cinta sebagai ilusi postif untuk membuat kita tetap sehat.
Advertisement
Dalam studi mereka tentang cinta jangka panjang, Fisher dan Brown telah melakukan beberapa pemindaian otak pada ratusan orang di berbagai negara dengan meneliti cinta dan komitmen.
Seperti dilansir Yourtango, cinta membuat tiga wilayah otak menjadi aktif. Pertama, area otak yang terhubung dengan empati, area otak yang mengendalikan stres dan emosi serta area otak yang terhubung dengan ilusi positif. Apa maksudnya?
"Area yang berhubungan dengan ilusi positif disebut korteks prefrontal ventromedial. Itu adalah area otak yang memproses penilaian terhadap sesuatu. Ketika kita kritis tentang sesuatu, di situlah itu berasal dari otak kita," ujar Brown.
Saksikan juga video berikut ini:
Otak menjadi aktif saat jatuh cinta
Dalam sebuah video yang diunggah Ted.com, Fisher mengatakan aktivitas otak saat jatuh cinta menjadi aktif seperti halnya saat seseorang menggunakan narkotika jenis kokain. "Tapi jatuh cinta bisa membuat Anda jauh lebih bahagia. Itu sebabnya tak perlu kokain untuk bahagia."
"Cinta romantis adalah dorongan mendasar untuk mencari pasangan. Bukan dorongan seksual yang mencari berbagai macam pasangan. Cinta romantis membuat Anda memusatkan energi mencari pasangan," katanya.
Cinta romantis, kata Fisher, memiliki semua karakteristik kecanduan. Anda mendambakan mereka, memutarbalikkan realitas, bahkan bersedia mengambil risiko besar untuk menenangkan orang tersebut.
"Otak kita memilih untuk menunda proses penilaian negatif ketika kita merasa jatuh cinta. Bukankah itu hebat?
Hal ini bukan berarti Anda harus mengabaikan perilaku buruk pasangan Anda. Tapi itu menunjukkan bahwa, bahkan pada tingkat neurologis, untuk membuat hubungan yang sukses berhasil, kadang-kadang, kita harus saling pengertian.
Melalui penelitian dan data fisik aktual, peneliti dapat melihat otak menunjukkan lebih banyak empati saat jatuh cinta. Dan tentunya lebih terbuka terhadap kesalahan dan kelemahan masing-masing.
Mungkin ini sebabnya umat manusia telah bertahan begitu lama. Karena, bahkan pada tingkat biologis, tubuh dan otak manusia saling menjaga dalam jangka waktu yang lama.
Advertisement