Tak Jadi Seniman, Adrian George Sukses Jadi Kurator Tingkat Dunia

Adrian George, kurator sekaligus komisaris yang lebih dari 19 tahun bekerja dengan lembaga seni paling berpengaruh dan ternama di dunia.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 29 Des 2018, 07:00 WIB
Diterbitkan 29 Des 2018, 07:00 WIB
Adrian George
Adrian George, kurator dan komisaris yang sudah berpengalaman lebih dari 19 tahun bekerjasama dengan lembaga seni paling berpengaruh di dunia. (Twitter ArtScience Museum)

Liputan6.com, Singapura  “Saya memang lulusan sekolah seni, tapi saya tahu, kalau saya tidak akan pernah bisa menjadi seniman yang hebat. Hasil karya seni yang saya buat sendiri jelek. Selepas lulus, saya  mengatur pameran dan berbagai proyek untuk beberapa teman-teman seniman agar mereka bisa memamerkan karya. Sesederhana itu. Saya berpikir, mungkin ini pekerjaan yang cocok buat saya. Kurator.”

Itulah kutipan Adrian George, kurator, komisaris, dan penulis asal Inggris yang telah berkiprah selama lebih dari 19 tahun bekerja di beberapa lembaga seni paling berpengaruh dan ternama di dunia, di antaranya New Museum, New York; Tate Modern, Tate Liverpool dan Government Art Collection Inggris. Government Art Collection Inggris adalah lembaga seni yang mewakili budaya visual Inggris lebih dari 300 lokasi di seluruh dunia.

Tidak berprofesi sebagai seniman, Adrian menggeluti dunia kurator. Saat ini, Adrian adalah Associate Director di ArtScience Museum, Singapura. Sebuah pameran bertema, Minimalism: Space. Light. Object sedang ia gelar di ArtScience Museum, Singapura dari 16 November 2018 sampai 14 April 2019. Puluhan karya seni yang dipajang pun dikuratori oleh Adrian.

Liputan6.com beserta rombongan berkesempatan berbincang dengan Adrian di ArtScience Museum beberapa waktu silam, ditulis Jumat (28/12/2018). Mengenakan kaus hitam berlengan panjang, Adrian menyambut kami di pintu masuk museum. Suasana museum waktu itu ramai dengan pengunjung.

Adrian memandu kami berkeliling melihat hasil karya seni Minimalism. Setiap berganti ruangan, ia menjelaskan secara garis besar makna di balik hasil karya seni.

Proses pembuatan hasil karya seni dan beberapa nama seniman yang menghasilkan seni tersebut disebutnya. Yang paling utama, setiap karya seni mengandung makna mendalam dan tingkat ketelitian tinggi pada tahap pembuatannya.

Dalam memilih sebuah karya seni yang layak dipamerkan ternyata tidak sembarangan. Tahap awal, ia akan berbincang dengan para seniman soal seni yang mereka buat. Setelah berbincang dengan seniman, Adrian baru melihat hasil karya seni sang seniman. Memandang sekaligus menilai karya seni juga perlu waktu. Dari tidak begitu yakin karya seni akan dipilih, setelah melihatnya secara saksama, karya seni bisa dibilang sempurna.

Pameran Minimalism di Singapura termasuk yang pertama di Asia Tenggara. Di tahun-tahun sebelumnya belum pernah. Bagi Adrian, pameran Minimalism sangat menginspirasi. Ia ingin pengunjung memetik inspirasi dari setiap karya seni.

“Saya membawa karya-karya ini ke Asia Tenggara (Singapura) untuk pertama kalinya. Saya pikir, ini adalah kesempatan luar biasa. Pameran ini memfokuskan kembali dan mengungkapkan kebenaran di balik sejarah Minimalism,” kata Adrian dengan tersenyum.

Minimalism sebagai salah satu gerakan seni paling berpengaruh di abad ke-20. Gaya Minimalism menawarkan cara baru untuk menikmati seni. Bentuk karya seni yang sederhana, misal sebuah lukisan bentuk segitiga, kotak, dan lingkaran dengan paduan warna, yang ternyata menimbulkan efek tiga dimensi.  Karya seni Minimalism juga sarat dengan bentuk kesadaran baru, yakni spiritualitas Asia, seperti Zen Buddhisme dan I Ching.

 

 

Saksikan video menarik berikut ini:

Waktu singkat untuk persiapan pameran

ArtScience Museum
Pameran Minimalism yang dikuratori Adrian George di ArtScience Museum, Singapura. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Proses mempersiapkan pameran Minimalism membutuhkan waktu. Adrian menyampaikan, biasanya pameran dalam skala ini akan memakan waktu sekitar dua tahun untuk dipersiapkan. Sebagai kurator, ia juga mencari hasil karya seni yang layak dipamerkan dan bertemu dengan seniman di berbagai negara di dunia, Eropa juga Asia.

“Butuh waktu dua tahun buat persiapan pameran. Mungkin satu tahun itu penelitian (mencari karya seni, bertemu para seniman). Kemudian mulai menulis buku berisi paparan karya seni yang akan dipamerkan. Tetapi saya datang agak terlambat di Singapura. Ada sedikit kendala di Inggris. Kami hanya punya waktu 11 bulan untuk mempersiapkannya,” ujar Adrian.

Waktu yang kurang dari setahun menjadi periode yang cukup intens. Untuk mengumpulkan karya seni, Adrian mengandalkan koneksi dari teman dan kenalannya. Ia mengakui, dirinya sangat beruntung saat bertemu dengan temannya, yang seorang pianis tengah melakukan konser di Singapura. Adrian memanfaatkan kesempatan pertemuan itu mendapatkan beberapa rekomendasi tentang komposer wanita asal Asia.

Untuk mencari seniman, Adrian juga mendapatkan rekomendasi dari koleganya. Ia akhirnya dapat menemukan karya seni seniman Tawatchai, Tan Ping, Wang Jian di Beijing, Tiongkok.

Setiap rekomendasi seniman, Adrian datangi. Ia akhirnya menemukan karya seni mengagumkan dan layak dipamerkan dengan bertemakan Minimalism. Kunci persiapan pameran adalah pergi dan melihatnya secara langsung karya seni dan bertemu seniman yang bersangkutan.  

“Dunia seni sangat luas. Apalagi karya seni global. Saya pergi mengunjungi berbagai studio pameran di negara-negara lain itu semua seperti kita melakukan penelitian. Tapi lama-lama saya suka mengobrol dengan orang-orang, berbincang dengan seniman, diskusi dengan kurator lain juga,” ujar Adrian sambil tertawa.

Di ruang pameran, Adrian menekankan, objek asli (autentik) adalah hal nomor satu yang ditawarkan ke pengunjung. Namun, dalam beberapa kasus, tim Adrian harus mereproduksi karya seni karena gambar aslinya berkualitas buruk, rusak, dan berkerut. Perbaikan dilakukan tanpa mengubah makna karya seni.

Selalu berpindah-pindah lokasi

ArtScience Museum
ArtScience Museum, Singapura sedang ada pameran bertajuk Minimalism. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Pameran Minimalism menampilkan sekitar 150 karya seni oleh lebih dari 80 seniman dan 40 komposer.

Tidak ada cara khusus mengajak seniman ikut berpartisipasi. Mereka juga mengharapkan pameran dan karya seni dinikmati publik.

“Untuk mengajak seniman berpartisipasi itu sangat mudah. Mereka benar-benar menginginkannya (pameran) juga. Yang pasti, ketika Anda bekerja dengan sekelompok orang, selalu ada ruang untuk diskusi. Contohnya, karya Anish Kapoor. Saya ingin menginstalnya dengan cara tertentu. Nah, seniman lain juga ingin menginstalnya dengan cara lain. Di situlah kita harus tetap fleksibel sebagai kurator,” ujar Adrian, yang menjabat sebagai National Advisor to the Arts Council of Wales, penyeleksi karya seni Wales di Venesia (Venice Biennale 2017 dan 2019).

Salah satu tantangan terbesar mempersiapkan pameran Minimalism adalah logistik. Salah satu instalasi yang terdiri atas enam kubus dipajang di pameran lain di Australia. Ia harus membawa kubus dari Australia ke Singapura dalam waktu dua hari. Untuk hambatan selalu dipengaruhi lokasi yang berbeda-beda. Adrian harus berpindah dan membawa karya seni dari satu negara ke negara lain.

“Berpindah pameran dari acara satu ke yang lain sangat stres. Belum juga  penerbangan yang delay. Harus hati-hati bawa karya seninya. Soalnya takut rusak. Oleh karena itu, dibawanya harus diatur rapi. Faktor risiko yang terjadi, karya seni bisa saja rusak selama dibawa ke lokasi pameran,” Adrian menjelaskan.

Untuk rencana pameran, Adrian sudah menjadwalkannya sampai tahun 2021. Ada banyak museum dan pameran yang harus dikerjakan.

Ia sudah siap bekerja dan berkolaborasi dengan museum di Inggris, yang mana hasil seni di sana sepenuhnya akan dipinjam untuk pameran sampai tahun 2021. Ekspresi bahagia terpancar saat ia mengatakan, pihak museum di Inggris sudah memberikan izin meminjamkan karya seni untuk dipamerkan oleh Adrian. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya