Hari Kanker Sedunia 2019, WHO Serukan Pentingnya Vaksin untuk Lawan Kanker Serviks

Dalam Hari Kanker Sedunia 2019, WHO mengingatkan dunia bahwa kanker serviks bisa dicegah dengan vaksin. Sayangnya, aksesnya masih tergolong sulit di beberapa negara berkembang

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 04 Feb 2019, 08:00 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2019, 08:00 WIB
Vaksin HPV (iStockphoto)
Pemberian vaksin HPV baik untuk mencegah kanker serviks (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyerukan tindakan untuk melawan kanker serviks dipercepat. Penyakit yang bisa dicegah ini telah membunuh lebih dari tiga ratus ribu wanita setiap tahunnya.

Dalam pernyataan resminya jelang Hari Kanker Sedunia 2019, WHO menyatakan bahwa kanker serviks menjadi penyebab utama kematian bagi wanita di seluruh dunia. 9 dari 10 kematian terjadi di negara-negara miskin dan menengah.

Dikutip dari VOA pada Senin (3/2/2019), WHO mengatakan, penyakit akibat human papillomavirus ini bisa disembuhkan jika infeksinya terdiagnosis dan diobati di tahap awal. Namun, tentu saja pencegahan adalah obat terbaik.

Dalam kasus kanker serviks, tersedia vaksin efektif yang mencegah penyakit itu ketika diberikan pada anak perempuan antara sembilan hingga empat belas tahun. 

 

Saksikan juga video menarik berikut ini:

Kemajuan di negara-negara berkembang

Vaksin HPV (iStockphoto)
Kanker serviks merupakan satu-satunya kanker yang bisa dicegah dengan vaksin HPV. (iStockphoto)

Sayangnya, vaksin ini hanya secara luas diberikan di negara-negara kaya. Petugas teknis Program Imunisasi WHO, Paul Bloem menyatakan bahwa negara-negara dengan beban kanker serviks seperti di Afrika dan Asia masih tertinggal. Sekalipun, sudah ada kemajuan.

"Di negara-negara seperti Rwanda, pelopor di Afrika, ini mencapai lebih dari 90 persen sejak lima, enam tahun. Bhutan juga telah mencakup 90 persen anak perempuannya. Malaysia sudah mencakup 97 persen anak perempuannya. Ada beberapa contoh yang sangat baik yang menunjukkan bahwa vaksin ini diterima dan bisa diberikan di negara berpenghasilan rendah," kata Bloem.

Asisten direktur jenderal WHO untuk keluarga, wanita, anak, dan remaja Princess Nothemba Simelela mengatakan, masalah di negara-negara berkembang adalah kurangnya orang yang terampil dalam pengujian dan diagnosis kanker serviks pada perempuan.

Namun, dia mengatakan pada VOA bahwa ada strategi yang bisa diterapkan pemerintah dalam mengatasinya.

"Kita bisa memiliki klinik penjangkauan berpindah. Terkadang, apa yang Anda miliki adalah hari-hari di mana wanita bisa dipanggil, atau anak-anak muda bisa dibawa, khususnya untuk mendapatkan perhatian soal ini," kata Simelela.

Strategi lain yang direkomendasikan adalah lewat program kesehatan sekolah. Contohnya dengan membawa vaksin ke sekolah-sekolan di mana anak-anak bisa mengaksesnya dalam jumlah besar seperti di Rwanda dan Afrika Selatan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya