Liputan6.com, Jakarta Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi, mengakui puncak siklus demam berdarah dengue (DBD) terjadi setiap lima tahun sekali sebelum era tahun 2000-an. Lantas, apakah 2019 ini juga termasuk puncak siklus DBD?
Baca Juga
Advertisement
"Kalau kita lihat puncaknya tahun 2012, lalu tahun 2016 muncul lagi. Kita tidak tahu, apakah 2019 ini merupakan siklus puncak atau ini hanya peningkatan biasa," jawab Nadia dalam konferensi pers DBD di Kementerian Kesehatan, Jakarta, ditulis 4 Februari 2019.
Peningkatan DBD tahun 2018 dipengaruhi musim kemarau yang berkepanjangan. Bahkan, pada tahun 2018 (di bulan yang sama Januari-Februari) kita belum menemukan curah hujan sebanyak ini.
"Lalu curah hujan yang sangat pendek terjadi di 2018. Kondisi iklim itu memengaruhi semua jumlah kasus DBD," kata Nadia.
Pola siklus lima tahunan DBD pun sudah tidak teratur lagi. Apalagi adanya perubahan iklim, mencairnya es, pemanasan global, dan efek rumah kaca. Faktor-faktor tersebut memengaruhi seluruh siklus DBD.
Â
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Situasi DBD 2014-2018
Laporan Kementerian Kesehatan, situasi DBD di 2014-2018 terjadi tak menentu. Jumlah penderita DBD tahun 2014 sebanyak 100.347 kasus; tahun 2015 ada 129.650 kasus.
Pada 2016, jumlah kasus DBD sebanyak 204.171 kasus; lalu 2017 sebanyak 68.407 kasus; tahun 2018 sebanyak 53.075; serta tahun 2019 sebanyak 13.692 kasus (per 3 Februari 2019).
Nadia juga membeberkan, jumlah penderita DBD yang meninggal, yakni tahun 2014 sebanyak 907 kasus; tahun 2015 sebanyak 1.071 kasus; tahun 2016 sebanyak 1,598 kasus; tahun 2017 sebanyak 493 kasus; tahun 2018 sebanyak 344 kasus; serta tahun 2019 sebanyak 169 kasus.
Advertisement