Protes Dokter Spesialis Bedah, Pemerintah Tak Perlu Hapus 2 Obat Kanker

Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI) menilai pemerintah seharusnya tidak perlu menghapus dua obat kanker kolorektal (usus besar).

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 21 Feb 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2019, 17:00 WIB
20160629-Ilustrasi-Vaksin-iStockphoto
Dokter spesialis bedah digestif sayangkan dua obat kanker akan dihapus dari tanggungan BPJS Kesehatan. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis bedah digestif Hamid Rochanan mengungkapkan, pemerintah seharusnya tidak perlu menghapus dua obat kanker kolorektal (usus besar) Bevacizumab dan Cetuximab dari daftar Formularium Nasional (Fornas). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/707/2010, kedua obat itu tidak lagi dijamin Program Jaminan Kesehatan (JKN) BPJS Kesehatan per 1 Maret 2019.

"Kenapa tidak perlu dihapus? Karena target terapi kedua jenis obat itu bukan 100 persen menyasar seluruh kanker kolorektal. Kanker kolorektal itu ada dua, yakni tumor pada bagian kolon (usus) kiri dan kanan. Nah, yang efektif target terapi (menggunakan dua obat kanker) untuk kolon sebelah kiri," jelas Hamid saat ditemui di bilangan Tebet, Jakarta, Kamis, 21 Februari 2019.

Oleh karena itu, lanjut Hamid, pemerintah cukup merestriksi (pembatasan) penggunaan obat kanker kolorektal. Artinya, jika target terapi memang dibutuhkan menggunakan Bevacizumab dan Cetuximab, maka obat itu diberikan pada pasien.

"Cara kerja restriksi ini secara ilmiah juga perlu menentukan syarat-syarat tertentu, yakni menentukan stadium tumor dan penyebaran jauh tumor (ke organ tubuh mana saja)," ujarnya.

Hamid, yang mewakili Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI) menjelaskan, selama ini yang bertugas memberikan kemoterapi itu bukan spesialis bedah digestif.

"Iya, pemerintah bukan menunjuk bedah digestif (untuk memberikan target terapi). Padahal, itu (yang bertugas memberikan kemoterapi dan target terapi) bagian dari ilmu bedah digestif. Jadi, yang memberikan target terapi ini kurang elektif," imbuhnya.

 

 

Simak video menarik berikut ini:

Kurang selektif berikan obat kemoterapi

Kanker Usus Besar
Kurang selektif berikan obat kemoterapi. (iStockphoto)

Hamid menjelaskan, pemberian obat kemoterapi kanker kolorektal stadium 4 sampai saat ini kurang selektif. Tidak jelas siapa saja dokter-dokter yang berwenang memberikan obat Bevacizumab dan Cetuximab.

"Misal, pasien kanker kolorektal stadium 4 yang masuk grup 0 itu no priority for chemotherapy (tidak prioritas untuk kemoterapi). Kemoterapi saja enggak prioritas, tapi kalau dokternya tidak memahami. Ya, grup 0 dikasih saja obat kanker. Ini kan namanya pemborosan buat pemerintah," papar Hamid.

Contoh lain, kanker kolorektal stadium 4 grup 3 yang diberikan obat kanker Bevacizumab dan Cetuximab. Hal itu termasuk keliru karena tidak perlu diberikan target terapi menggunakan kedua obat.

"Ini juga namanya pemborosan uang negara. Dari kami (IKABDI), tolonglah dipahami pemberian obat kanker untuk stadium 4. Kalau pasien stadium 4 masuk grup 2 ya harus dikemoterapi dan diberikan target terapi," Hamid melanjutkan.

Bevacizumab dan Cetuximab merupakan obat kanker sebagai bagian dari target terapi untuk pasien kanker kolorektal stadium 4 grup 1 dan 2. Dalam hal ini, grup yang dimaksud adalah tahapan tingkat keparahan dan penyebaran sel kanker. Untuk stadium 4 grup 0 dan 3 tidak perlu diberikan target terapi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya