Liputan6.com, Jakarta Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) bisa ikut memilih hak pilih pada Pemilu 2019. Hak pilih suara bagi 3.500 disabilitas mental pada 17 April mendatang sudah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca Juga
Advertisement
Menurut Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Eka Viora, ada beberapa kondisi ODGJ yang tetap bisa memberikan hak suaranya. Penetapan didasarkan pada kapasitasnya untuk memahami tujuan pemilu, alasan berpartisipasi, dan pemilihan calon.
"Yang pasti kondisi ODGJ harus stabil. Kalau diajak bicara itu nyambung. Karena ada ODGJ lain yang tidak nyambung diajak bicara. Dilihat juga bagaimana pemahamannya soal Pemilu. Mau atau tidak buat ikut nyoblos," jelas Eka melalui sambungan telepon kepada Health Liputan6.com, Senin (8/4/2019).
Untuk mencari tahu, ODGJ paham atau tidak, petugas KPUD, rumah sakit atau panti akan bertanya kepada ODGJ yang bersangkutan.
"Harus tahu alasan dia milih buat apa. Kalau tidak tahu dan secara terang-terangan tidak mau nyoblos ya tidak bisa dipaksakan (untuk memberikan hak suara)," lanjut Eka.
Â
Â
Simak video menarik berikut ini:
Keputusan akhir
Keputusan akhir untuk memilih atau tidak memilih, termasuk memilih apa dan siapa, merupakan hak asasi setiap manusia. Begitu juga dengan orang dengan gangguan jiwa yang juga memiliki hak pilih serupa dengan warga negara lainnya.
"Siapa yang dia pilih tidak dapat dipaksa, diarahkan, atau digerakkan oleh pihak mana pun. Hal ini sesuai dengan asas pemilihan umum, yakni langsung, umum, bebas, dan rahasia (LUBER), jujur, dan adil (JURDIL)," Eka menambahkan.
Perlu sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat bahwa ODGJ punya hak suara yang sama. Mereka tidak perlu membawa surat keterangan sehat jiwa saat menyoblos.
"Bukan dinilai dari diagnosis kesehatan, tapi kemampuan berpikir memahami Pemilu 2019. Kalau ODGJ-nya juga bersikap agresif. Itu ya tidak bisa ikutan nyoblos. Mereka sendiri tidak bisa memutuskan, ikut nyoblos atau tidak," ujar Eka.
Kesempatan memberikan hak pilih pada ODGJ termasuk upaya mengurangi stigma, mendorong rehabilitasi, dan integrasi agar dapat diterima serta aktif kembali dalam kehidupan bermasyarakat.
Advertisement
Regulasi ODGJ Bisa Memilih
Kesempatan memberikan suara hak pilih bagi ODGJ di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1955. Ada beberapa regulasi yang berlaku di Indonesia soal hak suara ODGJ.Â
Kesempatan tersebut diperkuat dengan regulasi yang berlaku di Indonesia di antaranya:
a. Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945, Pasal 28 D ayat 1.
b. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Bab 9, Pasal 43 ayat 1dan 2.
c. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 148.
d. Undang-Undang No. 19 Tahun 2015 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas, Pasal 3, 5, 25, dan 29 huruf a.
e. Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, Pasal 2 poin h.
f. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 135/PUU-XIII/2015 yang menyatakanbahwa UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang menyalahi UUD Tahun 1945.
g. Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Pasal 4ayat 1c, Pasal 9, 13 poin a, Pasal 75 ayat 1 dan 2.
h. Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 5, 198,199, dan 200.
i. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia No. 37 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 11 Tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum.