Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti penggunaan gawai yang berlebihan pada anak. Salah satunya dampak buruk kecanduan gawai yang membuat emosi anak jadi tidak stabil.Â
Sitti Hikmawatty, Komisioner Bidang Kesehatan dan NAPZA KPAI mengungkapkan, pihaknya sudah pernah menerima kasus dengan masalah kecanduan gawai.
Baca Juga
"Anak itu saking kecanduannya, ketika gawainya tidak ada dia langsung tantrum, mengamuk," ungkap Sitti dalam seminar media Hari Ulang Tahun ke-65 Ikatan Dokter Anak Indonesia di Salemba, Jakarta, ditulis Kamis (20/6/2019).
Advertisement
Sitti menemukan jawaban mengejutkan dari pasien tersebut ketika diberi pertanyaan: "Bagaimana perasaanmu jika gawai diambil?"
Pasien itu menjawab bahwa dia menjadi benci terhadap ibunya sendiri bahkan ada perasaan ingin membunuhnya.
"Karena itu kami berikan pemahaman, balita tidak boleh (menggunakan) gawai. Karena pola tumbuh kembangnya, belum siap kena radiasi dan pola tumbuh kembangnya berbeda," kata Sitti.
Kualitas Anak Jadi Tidak Optimal
Sitti juga mengungkapkan salah satu dampak buruk dari penggunaan gawai adalah tidak optimalnya perkembangan gerakan bola mata anak karena terlalu terpaku pada layar.
Sementara untuk remaja, Sitti menyarankan agar penggunaan gawai sebaiknya dibatasi satu jam saja. Ketika gawai digunakan berlebihan, kemampuan anak untuk bertumbuh kembang menjadi berkurang. Dalam jangka panjang, kualitas seorang anak menjadi tidak optimal.
Dokter spesialis anak, Meita Dharmayanti mengatakan, sudah banyak berbagai penelitian yang menemukan bahwa pemakaian gawai berlebihan berpengaruh pada kondisi mental dan emosional anak.
"Dari penelitian yang saya lakukan pada anak-anak remaja usia sekolah, anak yang terkena adiksi gawai, hampir 30 persen berisiko lebih tinggi mengalami masalah mental dan emosional," kata Meita.
Sebagian mengatakan bahwa gawai bermanfaat untuk sekolahnya, namun ketika sudah masuk ke tahap adiksi, hal itu harus menjadi perhatian.
Advertisement
Dampak Buruk Lainnya
Selain dampak bagi kesehatan, KPAI juga menyoroti kasus cyber crime akibat penggunaan gawai pada anak. Salah satunya adalah banyaknya kasus pedofilia yang menggunakan internet untuk mencari korbannya.
Orangtua sering lupa bahwa saat ini, belum tentu ketika seorang anak sudah menggunakan gawainya di dalam rumah, mereka aman.
"Dia lupa kalau sekarang kejahatan tidak harus berhadapan dengan dunia luar. Ibunya tidak sadar kalau anaknya sedang bicara dengan penjahat," kata Sitti.
Modusnya pun bisa bermacam-macam. Bisa saja, mereka menggunakan kedok sebagai dokter atau psikolog untuk mengelabui korbannya.