Memaknai Hari Dokter Nasional: Jaga Nilai Kebangsaan Boedi Oetomo

Peringatan Hari Dokter Nasional setiap tanggal 24 Oktober dengan tetap menjaga nilai kebangsaan Boedi Oetomo.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 24 Okt 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2019, 13:00 WIB
Dokter Perempuan (iStock)
Memaknai Hari Dokter Nasional 2019. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Peringatan Hari Dokter Nasional yang jatuh setiap tanggal 24 Oktober menjadi momen spesial bagi para dokter dalam berupaya memajukan kesehatan bangsa. Upaya tersebut didukung warisan dari leluhur. 

Ketua Bidang Advokasi Legislasi PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Mariya Mubarika mengungkapkan, dokter Indonesia saat ini harus tetap menjaga nilai-nilai kebangsaan dari para dokter Boedi Oetomo.  

"Dokter modern sekarang harus merefleksikan nilai-nilai kebangsaan Boedi Oetomo bahwa kemerdekaan Indonesia hanya dapat diraih dengan persatuan kesatuan, perjuangan ini yang melahirkan sumpah pemuda, batu cadas negara Indonesia berdiri," ungkap Mariya saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis (24/10/2019).

Organisasi Boedi Oetomo didirikan oleh dokter Soetomo pada 20 Mei 1908 bersama Gunawan Mangunkusumo, Cipto Mangunkusumo, dan R.T Ario Tirtokusumo. Boedi Oetomo berfokus pada dunia pendidikan, yang mempunyai misi meningkatkan taraf pendidikan masyarakat dengan memajukan pengajaran dan kebudayaan.

Simak Video Menarik Berikut Ini:

Otak dan Tubuh Sehat

HOAX
Informasi hoaks yang harus dihadapi dengan akal sehat.(iStockPhoto)

Mariya menambahkan, dokter saat ini sebagai anak ideologis Boedi Oetomo harus "beyond" (melebihi) Boedi Oetomo.

"Dokter saat ini sebagai anak ideologis Boedi Oetomo harus beyond Boedi Oetomo karena sudah tidak dijajah lagi, yang mampu menyadarkan kepada masyarakat. Bahwa kemerdekaan didapat jika kita punya otak sehat, tubuhnya juga sehat," tambahnya.

Apalagi kita sedang memasuki era disrupsi yang memunculkan terjadinya peristiwa post truth. Pada era disrupsi, masyarakat lebih banyak menggeser aktivitas-aktivitas yang biasanya dilakukan di dunia nyata ke dunia maya. Misalnya, silaturahmi lewat pesan singkat. 

Fenomena ini memicu adanya pencabutan nilai-nilai dari akarnya. Era post truth, yang dikenal era pasca kebenaran, informasi hoaks (palsu) menjadi lebih dominan dan mudah dipercaya masyarakat. Ini bisa berpotensi memancing terbelahnya persatuan bangsa. 

"Era disrupsi dan post truth membuat kita lemah dan terjajah kembali. Hanya akal sehat satu-satunya imunitas untuk menghadapinya. Bekalnya ya itu, akal sehat untuk menjaga kemerdekaan dan persatuan," Mariya menegaskan. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya