Hari Prematur Sedunia: Faktor Risiko dan Komplikasi Kelahiran Prematur

Peringatan Hari Prematur Sedunia pada 17 November, intip faktor risiko dan komplikasi kelahiran prematur.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 17 Nov 2019, 13:07 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2019, 13:07 WIB
Liputan 6 default 5
Ilustraasi foto Liputan 6

Liputan6.com, Jakarta Memperingati Hari Prematur Sedunia (World Prematurity Day) yang jatuh pada tanggal 17 November, permasalahan kelahiran prematur menjadi fokus utama. Setiap tahun, 15 juta anak terlahir prematur di seluruh dunia.

Jumlah ini terus bertambah. Kelahiran prematur merupakan penyebab kematian tertinggi bayi baru lahir.

Dokter obstetri dan ginekologi konsultan fetomaternal, Ali Sungkar menyampaikan, beberapa faktor risiko yang dapat menjadi pemicu kelahiran prematur.

"Faktor-faktornya antara lain, usia ibu yang terlalu muda saat terjadi kehamilan, ibu yang hamil dengan anak kembar dua atau lebih, infeksi saat kehamilan, penyakit yang diderita ibu saat hamil (diabetes, hipertensi, anemia)," terangnya dalam keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Minggu (17/11/2019).

"Ibu yang kekurangan nutrisi saat hamil, gaya hidup tidak sehat, hingga gangguan kesehatan mental saat mengandung seperti depresi juga bisa memicu kelahiran prematur.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:


Komplikasi Jangka Pendek dan Panjang

20160824 Asma atau Sesak Nafas
Kelahiran prematur menyebabkan anak alami gangguan pernapasan. (iStokphoto)

Kelahiran prematur menjadi penyebab komplikasi kondisi kesehatan, baik dalam jangka pendek dan panjang. Komplikasi jangka pendek, yaitu gangguan pernapasan dan peningkatan risiko infeksi.

"Untuk komplikasi jangka panjang, kelahiran prematur meningkatkan risiko penyakit tidak menular, seperti hipertensi dan diabetes," tambah Ali, yang berpraktik di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Di sisi lain, anak yang lahir prematur bisa saja memiliki kesempatan tumbuh kembang yang sama asalkan tata laksananya tepat.

"Pemberian nutrisi sejak dini berdampak positif terhadap perkembangan saraf otak. Pertumbuhan anak juga harus terus dipantau menggunakan grafik pertumbuhan. Ini  berperan penting untuk memastikan keberhasilan kejar tumbuhnya," Ali menerangkan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya