Liputan6.com, Jakarta Akademisi Rhenald Kasali menyampaikan, manfaat bermain peran untuk anak. Bermain peran tidak hanya melatih kreativitas dan intelektualitas, melainkan persiapan anak mengarungi kehidupan di masa depan.
"Jika diarahkan dan didesain dengan benar, permainan peran tidak hanya bisa melatih daya kreativitas dan intelektualitas, tetapi juga melatih anak untuk menjalani perannya nanti dalam kehidupan. Kuncinya adalah membangun karakter anak," jelas Rhenald melalui keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Sabtu (14/12/2019).
Advertisement
Bermain peran, lanjut Rhenald Kasali, termasuk bagian dari metode Sentra. Metode ini merupakan non-direct teaching berupa proses belajar melalui aktivitas main yang didesain menstimulasi perkembangan otak anak.
Sederhana saja, anak-anak menjalankan peran berbagai profesi, seperti dokter, guru, pemadam kebakaran, dan orangtua.
Melalui permainan peran, anak belajar tentang cara berkomunikasi, berinteraksi, saling berbagi, menghargai, memupuk empati, bertoleransi, menekan ego ingin menang sendiri, belajar berpikir kritis, menganalisis, dan memecahkan masalah yang dihadapi.
"Anak juga belajar mencapai tujuan bersama melalui kolaborasi," tambah Rhenald Kasali.
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Cegah Anak Tumbuh Jadi Beringas
Nilai-nilai dasar yang dipetik dari bermain peran seperti cara berkomunikasi, berinteraksi, saling berbagi, dan menghargai makin lama membentuk karakter seseorang. Jika nilai-nilai dasar itu tidak diajarkan sejak dini, anak-anak bisa tumbuh menjadi remaja yang beringas.
Setiap menghadapi permasalahan, anak bisa saja tidak menyelesaikan masalah dengan cara komunikasi penuh empati dan kreatif mencari solusi tapi dengan ego tinggi. Akibatnya, tawuran pelajar pecah di mana-mana.
Seiring usia bertambah, mereka berpotensi menjadi manusia yang tak menghargai toleransi, ego tinggi, ingin mencapai tujuan dengan instan, menghalalkan segala cara untuk mengejar keinginan, menjatuhkan dan memfitnah orang lain.
Mereka akan mudah terpengaruh dan ikut menyebarkan hoaks karena daya nalarnya lemah.
"Tentu, kita tidak ingin anak-anak melewati masa kecilnya tanpa diisi dengan nilai-nilai dasar yang menjadi bekal berharga dalam hidupnya. Kita juga tidak ingin anak remaja tumbuh menjadi sosok yang beringas, hobi tawuran, dan terjerat narkoba," kata Rhenald menambahkan.
"Pun kita tidak ingin anak-anak tumbuh menjadi orang dewasa yang intoleran, ingin menang sendiri, dan tidak mandiri."
Advertisement