Penggunaan Antibiotik Tak Terkendali, Indonesia Rentan Jadi Sumber Bakteri Resisten

Penggunaan antibiotik yang serampangan di masyarakat berisiko membuat Indonesia jadi sumber bakteri resisten

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 20 Des 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 20 Des 2019, 15:00 WIB
Ilustrasi Bakteri
Ilustrasi bakteri. (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Penyalahgunaan antibiotik di masyarakat membuat Indonesia menjadi lebih rentan akan bakteri yang lebih resisten.

Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikrobial (KPRA) dokter Hari Paraton mengatakan, apabila tidak dikendalikan, pengguna antibiotik di Indonesia bisa berdampak pada masalah lain.

Hari mengungkapkan, berdasarkan sebuah data surveilans yang dihimpun KPRA pada 2013, 2015, hingga 2019, terjadi kenaikan angka bakteri yang resisten antibiotik. Dari 40 persen menjadi 60 persen, dan terakhir 60,4 persen.

"Negara kalau tidak waspada, Indonesia bisa jadi sumber, pusatnya bakteri resisten di Asia nanti. Dia bisa jadi travel ban," kata Hari dalam temu media di Jakarta, Kamis (19/12/2019).

"Orang yang ke Indonesia harus hati-hati, orang yang mau keluar harus diskrining. AMR (Antimicrobial Resistance) ini bisa kemana saja, bisa melekat dalam tubuh tanpa kita sadar. Jadi kita sebagai pembawa," tambahnya.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

Ancaman Bakteri Kebal Antibiotik

Fungsi Antibiotik
Antibitik / Sumber: iStock

Dalam studi di 2014, tahun 2050 diperkirakan lebih dari 4,7 juta orang di Asia Pasifik meninggal setiap tahunnya karena infeksi bakteri, yang seharusnya bisa disembuhkan oleh antibiotik. Angka tersebut merupakan yang tertinggi yang diproyeksikan secara global.

Sementara itu, dalam sebuah studi yang dilihat dari 2002 hingga 2012, Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat resistensi tertinggi terhadap antibiotik berjenis Imipenem dengan angka 6 persen. Selain itu, dalam Survey Kesehatan Nasional 2013, 86 persen antibiotik di Indonesia disimpan tanpa resep dokter.

"Jadi bakteri resisten itu justru terjadi karena kesalahan penggunaan antibiotik, di semua level. Di komunitas, di masyarakat membeli antibiotik sesukanya, menyimpan antibiotik sesukanya, memberikan ke saudaranya yang sakitnya sama," ujar Hari.

Tidak hanya bagi manusia, penggunaan antibiotik yang serampangan di peternakan juga berbahaya. Maka dari itu, Kementerian Pertanian telah mengeluarkan dua surat keputusan yaitu untuk pelarangan penggunaan antibiotik untuk penggemuk ternak, serta melarang kolistin pada hewan, karena obat tersebut adalah cadangan apabila bakteri sudah resisten antibiotik.

Untuk itu, dibutuhkan kebijakan masyarakat dalam mengonsumsi antibiotik. Dokter pun juga diminta untuk tidak asal memberikan obat tersebut ke masyarakat. Hari mengatakan, hanya penyakit yang disebabkan oleh bakteri saja yang membutuhkan antibiotik, misalnya tuberkulosis.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya