Akademisi: Pemerintah Perlu Tingkatkan Penguatan Sistem untuk Tangani Hoaks Virus Corona

Maraknya hoax (berita bohong) yang muncul sejak virus corona merebak, sedikit banyak membuat publik resah.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 12 Feb 2020, 15:00 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2020, 15:00 WIB
Kisah Pekerja Medis China di Tengah Ancaman Virus Corona
Pekerja medis memakai peralatan pelindung menyusul wabah virus corona di Wuhan, Provinsi Hubei, China, Minggu (26/1/2020). Hingga saat ini lebih dari 600 orang telah meninggal dunia akibat terjangkit virus corona yang mulai mewabah sejak akhir tahun lalu. (Chinatopix via AP)

Liputan6.com, Jakarta Maraknya hoax (berita bohong) yang muncul sejak virus corona merebak, sedikit banyak membuat publik resah. Hal ini mestinya menjadi fokus pemerintah agar masyarakat menerima informasi yang benar tanpa ketakutan dan menyeluruh.

Seperti disampaikan Dosen ekonomi kesehatan di FKM UI Prof. dr. Ascobat Gani, MPH, Dr. PH, bahwa saat ini Kemenko masih kurang aktif dalam upaya surveilans intensif, evaluasi menyeluruh, evaluasi formatif (betulkah langkah-langkah sudah benar dilakukan) dan evaluasi sematif (betul tidak penyakit tercegah atau belum terjadi, kita turunkan insidennya).

"Pemerintah harus meningkatkan 'strengthening system'. Transparansi diperlukan agar semua aspek dapat bergerak cepat dalam menghadapi kepanikan, HOAX, dan lain-lain," katanya, dalam acara Seminar Peningkatan Pemahaman akan Outbreak 2019-nCov di Universitas Indonesia, Selasa (11/2).

Guru besar UI tersebut juga menyinggung soal aspek manajemen penanggulangan wabah yang sebenarnya sudah diatur dalam PMK-1501/2010 tentang Penanggulangan KLB/Wabah.

"Seperti dalam surveillance epidemiology, sudah cukup atau belum? Adakah tenaga surveilans di provinsi? Karena menurut UU SDM, Wabah dan bencana menjadi tanggung jawab provinsi," ujarnya.

 

Simak Video Menarik Berikut Ini:

Gerak Cepat Dibutuhkan untuk Tanggulangi Virus Corona

Dokter Pengungkap Adanya Virus Corona Meninggal Terinfeksi
Seorang anggota staf medis berjalan melewati karangan bunga mendiang dokter Li Wenliang terlihat di Cabang Houhu Rumah Sakit Pusat Wuhan di Wuhan di provinsi Hubei, China, Jumat, (7/2/2020). Li Wenliang meninggal karena virus corona di Wuhan pada pukul 02.58 Jumat dini hari waktu setempat. (AFP/STR)

Hal lain yang mestinya menjadi perhatian adalah penanganan kasus, mulai dari pemeriksaaan dan pengobatan, perlindungan diri, termasuk PHBS, serta termasuk penyuluhan kepada masyarakat, seperti pemberantasan hoax.

"Meski sudah ada, tapi masih kurang karena hoax-nya bermacam-macam," katanya.

Prof Gani juga menyampaikan, pada 2010, WHO telah mengeluarkan buku 'Health System Strengthening' (panduan yang dibuat untuk menanggulangi masalah kesehatan).

"Sebelum pedoman ini dikeluarkan, Indonesia sedang gencar-gencarnya mengembangkan pedoman-pedoman MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit), gebrak malaria, tapi kita lupa memperkuat sistem. Harus ada tata kelola regulasi atau 'The 6 health systems building block'. Ada tenaga, ada dana dan sistem," ungkapnya.

Prof Gani menambahkan, yang dibutuhkan Indonesia dalam menghadapi wabah dan bencana seperti virus corona ini adalah memperbanyak Tim gerak cepat (TGC) di pusat, provinsi, serta Kabupaten/Kota. Selain itu memperdalam Epidemiologi (ilmu yang mempelajari pola kesehatan dan penyakit), meningkatkan kebersihan diri, Entologi (pelajari aspek budaya) serta mendukung tenaga Laboratorium dan tenaga sektor lain terkait

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya