Liputan6.com, Wina, Austria - Uno Kartika, warga negara Indonesia di Wina, mengaku takjub saat melihat penduduk di sana mengenakan masker setiap kali keluar rumah di masa pandemi COVID-19.
Sebab, di hari-hari pertama menjadi penduduk lokal dengan kebiasaan pakai masker seperti di Jakarta masih melekat, pandangan tidak sedap seringkali mengarah kepadanya.
Baca Juga
"Awal-awal di sini aku pakai masker kalau naik kereta, tapi enggak lagi karena bukan budaya di sini pakai masker," kata Uno saat berbincang dengan Health Liputan6.com pada Jumat, 17 April 2020. Alasannya, di mata mereka orang yang pakai masker terkesan misterius, sehingga patut dicurigai.
Advertisement
Alhasil, Uno harus menghilangkan kebiasaan tersebut dan pelan-pelan mulai beradaptasi dengan budaya penduduk setempat. Suka tak suka, mau tak mau, hal itu mesti dia lakukan.
"Awalnya risih enggak pakai masker. Aku kan ada tendensi germ-phobic (Germaphobia). Jadi, kalau ada orang yang bersin atau batuk, aku langsung menghindar," katanya.
"Eh, sekarang semua orang harus pakai masker," kata Uno sambil tertawa.
Awal-Awal Pandemi Corona di Austria, Banyak yang Canggung Pakai Masker
Berdasarkan pantauannya, di awal kebijakan pakai masker diberlakukan, banyak masyarakat di Wina yang terlihat canggung. Maskernya tak dipakai, hanya dipegang-pegang. "Padahal kan enggak boleh," ujarnya.
Lebih lanjut, Uno, mengatakan, larangan kumpul-kumpul lebih dari 100 orang di luar ruangan, dan lebih dari lima orang di dalam ruangan, mulai diberlakukan pemerintah setempat pada 11 Maret 2020.
Dua hari kemudian, tepatnya 13 Maret 2020, seluruh pekerja di Wina diminta untuk kerja dari rumah alias work from home (WFH).
Uno dan suami nyaris tak pernah keluar rumah selama lockdown. Dia hanya berdiam di rumah, menemani sang suami yang tengah WFH sampai Juni 2020.
Keluar rumah hanya Uno lakukan di akhir pekan, itu pun untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari di swalayan. "Awal-awal lockdown stok di supermarket menipis, karena orang-orangnya panic buying. Tapi, sejak dua minggu lalu, stok sudah normal lagi," ujarnya.
Advertisement
Dampak Pandemi Corona yang Uno Rasakan
Uno berusaha mencari kegiatan lain selama di rumah saja. Aturannya, wanita yang pernah menggeluti pekerjaan sebagai jurnalis di Ibu Kota, akan ujian bahasa Jerman pada awal bulan kemarin.
Akan tetapi gara-gara lockdown akibat pandemi Virus Corona, ujian ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan.
"Sedih, kak, keburu lupa ini materi-materinya," katanya.
"Untungnya belum bayar. Temanku yang sudah bayar ditawarin uang kembali," Uno menambahkan.
Banyak Kemudahan untuk Penduduk Wina
Uno mengaku tak begitu khawatir karena pemerintah di Wina menyediakan banyak kemudahan bagi penduduknya selama lockdown.
Salah satunya, menyediakan hotline konseling yang dapat dimanfaatkan ketika bosan mulai melanda, dan gejala-gejala stres mulai terasa.
"Bisa curhat di hotline konseling, gratis, 24 jam dalam seminggu," katanya.
Hal menarik yang dia rasakan saat lockdown seperti sekarang, orang-orang di sekitar tempat tinggalnya di Distrik 17 Wina, berkomunikasi melalui jendela atau sahut-sahutan dari balkon.
"Kadang-kadang ada yang nyanyi, main organ atau piano di balkon. Terus direspons tepuk tangan sama tetangga-tetangga," katanya. Biasanya, suasana hangat seperti ini terjadi saat akhir pekan. Persis kayak di video-video yang banyak beredar di Instagram.
Advertisement
Peraturan Mulai Longgar
Saat ini, kata Uno, peraturan di Wina lebih longgar. Contohnya, di sekitar minggu ke-3 bulan Maret, polisi melakukan patroli dan melarang masyarakat untuk pergi ke taman. Namun, beberapa hari terakhir, masyarakat sudah diizinkan ke taman, asal menaati peraturan yang berlaku.
"Boleh jalan-jalan ke park gitu untuk menghirup udara segar, asal jaga jarak minimal dua meter sama orang lain," katanya.
Kelonggaran itu juga dapat dilihat dari sudah banyaknya toko yang buka sejak 14 April 2020. Meski begitu, lanjut Uno, sejumlah aktivitas masih dibatasi, seperti sekolah dan kampus masih tutup sampai semester depan.
Simak Video Menarik Berikut Ini
Advertisement