Liputan6.com, Jakarta Kazakhstan membantah laporan yang diterbitkan pejabat China yang menyebut bahwa negara itu sedang mengalami wabah pneumonia misterius.
Sebelumnya, Kedutaan China di Kazakhstan pada Kamis (9/7/2020) memperingatkan warganya di negara itu bahwa pneumonia yang sedang terjadi berpotensi mematikan daripada COVID-19.
Baca Juga
Pernyataan yang diterbitkan oleh Kedutaan China pada Kamis mengatakan 1.772 orang telah meninggal pada 2020 dan 628 di antaranya meninggal pada bulan Juni saja akibat wabah pneumonia yang dilaporkan.
Advertisement
Mereka mengklaim wabah telah terjadi di tiga kota provinsi Atyrau, Aktobe dan Shymkent dan ada warga negara China yang telah meninggal akibat wabah misterius itu.
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada Jumat, Kementerian Kesehatan Kazakhstan menyebutnya sebagai "pneumonia virus karena etiologi (penyebab) yang tidak ditentukan". Sehingga peringatan yang dikeluarkan oleh kedutaan besar China "tidak sesuai dengan kenyataan".
Menteri Kesehatan Aleksey Tsoy mengatakan dalam konferensi pers pada Kamis bahwa kematian akibat pneumonia telah meningkat dari 1.172 dalam enam bulan pertama 2019 menjadi 1.780 selama periode yang sama tahun ini. Dan jumlah kasus pneumonia terdaftar meningkat 50 persen, katanya.
Â
Â
Simak Video Berikut Ini:
Lonjakan Kasus COVID-19
Pada Jumat, 10 Juli 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengatakan pneumonia yang dilaporkan di Kazakhstan "sudah dalam pemantauan" dan bisa kemungkinan penyakit tersebut adalah COVID-19.
"Lonjakan COVID-19 di negara itu akan menunjukkan bahwa banyak dari kasus ini sebenarnya adalah kasus COVID-19 yang tidak terdiagnosis," kata Mike Ryan, Kepala Program Kedaruratan WHO melansir BBC.
Kazakhstan baru-baru ini memberlakukan karantina secara nasional menyusul peningkatan kasus COVID-19. Menurut Kementerian Kesehatan Kazakhstan, negara itu telah mencatat sekitar 55.000 kasus dan 264 kematian pada 10 Juli.
Advertisement
Kesaksian Keluarga Korban
Praktisi medis dan anggota keluarga korban di Kazakhstan mengatakan kepada wartawan BBC Abdujalil Abdurasulov bahwa mereka percaya peningkatan jumlah kasus pneumonia ini terkait dengan COVID-19. Namun, hasilnya tidak terdeteksi karena pengujian berkualitas rendah atau tidak ada pengujian sama sekali.
"Dalam surat kematian, dikatakan pneumonia sebagai penyebabnya. Tetapi kita bahkan tidak tahu apakah mereka melakukan tes COVID-19 atau tidak," kata Venera Zhanalina, yang ayahnya meninggal tiga hari setelah dirawat di rumah sakit dengan gejala seperti COVID-19 kepada BBC.
Aida Jexen (38) mengatakan dia jatuh sakit pada akhir Juni, dinyatakan positif terkena COVID-19. Tetapi seminggu kemudian, ketika dirawat di rumah sakit dan menjalani tes lagi, hasilnya negatif dan mengarah ke diagnosis pneumonia.
"Saya bertanya kepada dokter apa alasannya, mereka mengatakan bahwa pada hari-hari pertama mereka mengambil usap hidung dan virus itu masih ada," kata Aida.
"Mereka perlu mengambil sampel dahak di paru. Tetapi mereka tidak melakukan pengambilan sampel dahak karena mereka tidak ingin diganggu dengan itu."
Seorang pekerja medis yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan kepada BBC bahwa tes COVID-19-nya negatif dua kali. Namun dia telah menunjukkan beberapa gejala dan tomografi komputer telah menunjukkan tanda-tanda jelas dari virus tersebut. Namun hasil tes negatif ia didiagnosis menderita pneumonia.
"Mereka melakukannya [untuk menurunkan angka total coronavirus] karena mereka tidak ingin berada di posisi teratas untuk penyakit ini,"katanya.
Namun dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan kepada kantor berita AFP pada Jumat, WHO mengatakan Kazakhstan mengklasifikasikan kasus-kasus pneumonia sesuai dengan kode organisasi.
"Ini menunjukkan [kasus pneumonia] tidak digolongkan sebagai penyakit misterius yang muncul. Kami sedang dalam proses memverifikasi dengan kementerian terkait kasus pneumonia yang dikonfirmasi COVID-19," kata pernyataan WHO.