Imbauan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Soal Penularan COVID-19 Lewat Udara

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) turut mengambil sikap terkait pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait penularan COVID-19 melalui udara.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 13 Jul 2020, 06:30 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2020, 20:00 WIB
Ilustrasi Virus Corona 2019-nCoV (Public Domain/Centers for Disease Control and Prevention's Public Health Image)
Ilustrasi Virus Corona 2019-nCoV (Public Domain/Centers for Disease Control and Prevention's Public Health Image)

Liputan6.com, Jakarta Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) turut mengambil sikap terkait pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait penularan COVID-19 melalui udara. 

Menurut Ketua Umum PDPI, DR. Dr. Agus Dwi Susanto, WHO belum menyatakan secara pasti jika COVID-19 menular secara airborne. Untuk itu, PDPI mengimbau:

1. Masyarakat tetap waspada dan tidak panik.

2. Menghindari keramaian baik itu tempat tertutup maupun tempat terbuka.

3. Menggunakan masker dimana saja dan kapan saja bahkan dalam ruangan.

4. Menciptakan ruangan dengan ventilasi yang baik (jendela dibuka sesering mungkin)

5. Tetap menjaga kebersihan tangan serta hindari menyentuh wajah sebelum cuci tangan

6. Tetap menjaga jarak pada aktivitas sehari-hari.

Dalam keterangan tertulis, PDPI menjelaskan, perbedaan signifikan penularan airborne dan droplet yaitu airborne dapat menular pada jarak > 1 meter sedangkan droplet < 1 meter dan airborne bertahan lama di udara sedangkan droplet tidak bertahan lama di udara.

"Hal tersebut tentu sangat berimplikasi terhadap cara pencegahan dan pengendalian terhadap COVID-19 karena transmisi airbone dan droplet sangat berbeda," kata dr Agus dalam keterangan pers yang diterima Liputan6.com, Minggu (12/7/2020)

 

Simak Video Menarik Berikut Ini:

Penjelasan PDPI

[Fimela] Virus Corona
Ilustrasi mengenakan masker untuk mencegah virus corona masuk ke dalam tubuh | unsplash.com/@anikolleshi

Sebelumnya, tulis PDPI, Penelitian-penelitian eksperimen menunjukkan penularan airborne terjadi ketika terjadi tindakan yang menghasilkan aerosol. Setelah tindakan nebulizer misalnya, dengan tenaga tinggi jet, satu penelitian eksperimen menunjukkan, RNA virus SARS-CoV-2 berada di sampel udara dalam aerosol selama 3 jam dan penelitian lain menunjukkan 16 jam dan masih ditemukan virus yang masih bisa bereplikasi jika masuk ke dalam sel.

Hal tersebut dilakukan secara eksperimen yang menginduksi aerosol yang tidak terjadi pada kondisi batuk pada manusia secara normal. Selain itu, penelitian yang dilakukan di lingkungan fasilitas kesehatan tempat pasienCOVID-19 dirawat, tetapi tidak dilakukan prosedur yang menghasilkan aerosol dilaporkan keberadaan RNA SARS-CoV-2 di sampel udara, namun di penelitian lain yang sama baik di fasilitas kesehatan maupun non fasilitas kesehatan tidak ditemukan keberadaan RNA SARSCoV-2.

"Dalam sampel yang ditemukan virus, kuantitas virus yang terdeteksi dalam jumlah yang sangat kecil dalam volume udara yang besar dan satu studi menemukan virus tersebut di sampel udara dalam kondisi ketidakmampuan menemukan virus yang masih bisa bereplikasi," tulis PDPI.

Beberapa laporan klinis petugas kesehatan yang terpapar COVID-19, dalam kondisi yang tidak dilakukan prosedur menghasilkan aerosol, ditemukan tidak terdapatnya transmisi nosokomial ketika pencegahan dan pengendalian kewaspadaan kontak dan droplet dilakukan secara benar, termasuk menggunakan masker medis sebagai komponen alat pelindung diri.

Hal tersebut menunjukkan tidak ada transmisi aerosol. Studi lebih lanjut diperlukan. Pada kondisi di lingkungan diluar fasilitas medis, beberapa kejadian luar biasa berkaitan dengan ruangan tertutup/indoor yang padat, dipikirkan kemungkinan terdapatnya transmisis ecara aerosol atau airborne, kombinasi dengan transmisi droplet, contohnya pada acarap aduan suara, restauran atau kelas fitnes.

Hal ini didasari penelitian dari Miller (2020) yang dilakukan pada anggota paduan suara, 53 dari 61 orang paduan suara tertular diruang tertutuppadahal kondisi cuci tangan dilakukan dan jarak fisik diberlakukan. Selain itu, penelitian Li(2020) di sebuah restoran dilaporkan 10 orang dari 3 keluarga yang berbeda tertular, tidak ada kontak erat antara 3 keluarga tersebut.

Pada acara tersebut, transmisi aerosoldalam jarak pendek, pada lokasi indoor spesifik, seperti kondisi yang ramai dan ruangan ventilasi yang kurang adekuat dalam waktu yang lama dengan seseorang yang terinfeksi kemungkinan dapat terjadi. Namun, investigasi detail terhadap klaster ini dapat juga disebabkan oleh transmisi droplet dan benda benda sekitar, serta kontak erat dari sebagian kecil kasus kebanyak orang (kondisi superspreading), terutama jika kebersihan tangan tidak dilakukan danmasker tidak digunakan serta ketika jarak fisik tidak dipertahankan.

Oleh karena itu, WHO menyatakan kemungkinan terdapatnya penularan secara airborne pada kondisi ruang tertutup (indoor), ramai dan ventilasi yang kurang baik. Pada tanggal 9 Juli 2020, WHO akhirnya mengeluarkan panduan terbaru terkaitc ara transmisi SARS-CoV-2.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya